TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Suroboyo Bus dan Impian Transportasi Massal yang Masih di Awang-awang

Digahayu Suroboyo! PR-mu jek uwakeh

IDN TImes/Reza Iqbal

Surabaya, IDN Times - Selamat ulang tahun ke-729 Kota Surabaya. Semoga janji-janji itu terwujud nyata. Bukan cuma angin surga, apalagi sampai fiktif belaka. Seperti moda transportasi massal yang ada. Berganti wali kota, berganti pula rencana. Meski yang jadi dari partai yang sama.

Sejak Wali Kota Bambang DH, gagasan moda transportasi massal Mass Rapid Transit (MRT) atau kereta cepat dalam kota pada 2005 lalu. Diberi nama Surabaya Mass Rapid Transportation (SMART). Tapi gagasan itu hanya santer ketika kampanye saja. Hingga masa jabatannya berakhir pada 2010, Bambang DH belum merealisasikan apapun.

Ketika tongkat kepemimpinan berganti ke Tri Rismaharini, gagasan baru digaungkan. Kali ini, Risma pengin bikim trem. Wacana ini pun dibukukan oleh Abdul Hakim dalam buku 'Menjemput Masa Depan Trem Surabaya'. Hingga buku itu 'laku keras' dan jabatan Risma berakhir, trem tak pernah ada. Semua hanya mimpi. Terkubur di bawah alam sadar.

Namun, Risma masih punya peninggalan nyata untuk transportasi massal. Ketika ia menjabat, perempuan yang kini menjabat Menteri Sosial (Mensos) ini meluncurkan Suroboyo Bus pada tahun 2018. Padahal, Risma sempat menolak Bus Rapid Transit (BRT) seperti Busway di Jakarta.

Peninggalan Risma berupa Suroboyo Bus ini pun diteruskan oleh Wali Kota Eri Cahyadi. Dia bahkan ingin mengembangkan Suroboyo Bus menjadi BRT melalui TransSemanggi. Nah, TransSemanggi ini merupakan bus 'sumbangan' dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang juga dikenal Teman Bus.

Tapi, apakah Suroboyo Bus dan Teman Bus mampu mengurai kemacetan di Kota Pahlawan? Warga Surabaya pun ramai-ramai sambat soal pelayanan publik satu ini.

1. Satu kota harus punya dua aplikasi bus berbeda

Suasana di dalam Suroboyo Bus. IDN Times/Reza Iqbal

Karyawan swasta di Surabaya, Edi Susilo mengaku sudah tiga bulan terakhir mencicipi dua transportasi umum tersebut. Keluh kesah ia rasakan. Mulai dari fasilitas, jadwal bus hingga pemberlakuan tiket bus. Mula-mula, Edi menyoroti aplikasi. Untuk bisa menikmati bus ini, harus punya dua aplikasi berbeda.

"Harusnya dijadikan satu lah. Masak orang mau naik bus di kota yang sama harus punya dua aplikasi berbeda. Gak efektif menurut saya," ujarnya saat ditelepon IDN Times, Selasa (31/5/2022).

Menurut Edi, seharusnya salah satu harus mengalah untuk digabung dalam satu aplikasi yang terintegrasi. Nah, ego sektoral ini yang menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang menaungi Suroboyo Bus dan Kemenhub yang punya Teman Bus. "Aplikasi itu memudahkan pengguna, bukan bikin ruwet," kata dia.

Untuk aplikasi, pengguna mengaku cukup senang dengan Suroboyo Bus. Karena jadwal maupun pergerakan bus dapat dipantau secara realtime. Berbeda dengan Teman Bus, jadwalnya masih belum bisa dipantau langsung. Pergerakan bus pun terkadang tidak sesuai dengan peta di aplikasinya.

2. Haltenya masih belum nyaman, rutenya belum merata

IDN TImes/Reza Iqbal

Selain aplikasi, Edi sambat dengan halte dan ketersediaan rute dua bus tersebut. Teman Bus misalnya, hanya tersedia di halte-halte besar sepanjang jalan Lidah Wetan ke Karang Menjangan. Tapi, haltenya sejajar. Misal halte di kiri jalan, sudah pasti juga ada halte di kanan jalan. "Tapi tidak ada rambu penyeberangan, kalau nyeberang ini rawan terserempet kendaraan kalau tidak hati-hati," dia membeberkan.

Sedangkan Suroboyo Bus, hampir tidak ada halte yang sejajar. Hal itu diakuinya menyulitkan. Kalau ada penumpang pengin pindah jalur lain harus menunggu dulu kemudian memutar cari halte. Ditambah lagi, halte yang tersedia kebanyakan tidak ada tempat duduk maupun kanopinya. Ketika hujan akan menyusahkan.

"Kedua bus ini juga belum nyambung. Yang bisa terkoneksi hanya di Halte Simpang Dukuh kemudian SMA 6 Surabaya," kata Edi.

"Jadi misalkan dari kawasan Wali Kota Mustajab mau ke kawasan Bungkul, harus memutar ke ITS dulu. Padahal harusnya bisa lebih cepat kalau terkoneksi," ucapnya.

Karena belum terkoneksi satu sama lain, ditambah ketersediaannya belum menyeluruh se-Surabaya, Edi yakin orang yang berada di perkampungan enggan naik transportasi massal ini. Seperti halnya di Teman Bus, batas akhirnya di Lidah Wetan. Padahal, batas Surabaya bagian tersebut ialah Lakarsantri. "Orang perkampungan pasti belum mau, karena jauh dari halte," katanya.

"Harusnya, bus itu terkoneksi dengan angkutan kecil yang bisa membawa orang di perkampungan untuk ke halte ini," dia menambahkan.

3. Tiket bikin males pindah dari naik motor ke bus

IDN TImes/Reza Iqbal

Lebih lanjut, Edi mengeluhkan juga terkait tiket. Sekarang ini, tiket bus yang dipatok Rp5 ribu itu hanya berlaku dua jam saja. Menurutnya, hal itu tidak efektif bagi pekerja yang mempunyai mobilitas tinggi. Padahal ketika transportasi lebih dari Rp10 ribu untuk Pulang-Pergi (PP), tidak akan menarik minat orang naik sepeda motor pindah ke bus.

"Karena, ongkos Rp15 ribu atau Rp20 ribu sudah sangat besar. Dibanding baik motor yang 1 liter bisa untuk sehari," katanya.

Jika ingin adil, Edi berharap tiket berlaku selama delapan jam. Artinya, ketika estimasi kerja delapan jam, meski mobile, ke mana-mana bayar hanya satu kali. Kecuali lebih dari delapan jam, maka harus bayar dua kali. "Tapi jika itu dua kali untuk pulangnya ya bagus," dia melanjutkan.

"Yang ada saat ini belum pantas buat moda transportasi massal. Terus tutupnya Teman Bus itu jam 21.00 WIB," dia mengungkapkan.

Baca Juga: Suroboyo Bus Jadi Pelat Kuning, Halte dan Waktu Tunggu Jadi Catatan

4. Harus diantar ke halte karena belum ada transportasi penghubung

Salah satu anggota DPRD Surabaya dari fraksi PSI, William Wira Kusuma juga mengaku sebagai penikmat Suroboyo Bus dan Teman Bus. Beberapa hari terakhir, dia berangkat kerja dari rumahnya di kawasan Kutisari ke Kantor DPRD Kota Surabaya naik moda transportasi ini.

Karena belum ada transportasi penghubung, William mengaku harus diantar dulu ke Halte Siwalankerto. Kemudian naik Suroboyo Bus menuju halte di Jalan Basuki Rahmat. "Sampai Basuki Rahmat terus pindah ke TransSemanggi (Teman Bus) untuk turun di halte Jalan Gubernur Suryo," katanya.

Lantaran belum terintegrasi, William merasakan kalau naik Suroboyo Bus tidak bisa langsung melanjutkan ke Teman Bus secara langsung. Dia harus membuang waktu beberapa saat di halte Jalan Basuki Rahmat. "Jadwalnya Suroboyo Bus sudah sessuai tapi TransSemanggi ada yang kecepeten atau  terlalu lambat," imbuh dia.

Persoalan ini sebenarnya sudah diteruskan oleh William. Dia mendapat bocoran kalau Suroboyo Bus dan Teman Bus akan diintegrasikan tahun ini. Termasuk aplikasinya. Rutenya pun akan ditambah enam kloter serta ratusan armada segera didatangkan ke Kota Pahlawan.

Baca Juga: Suroboyo Bus Bukan Jawaban Kemacetan, Perlu Transportasi Massal

Berita Terkini Lainnya