TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Geologi: APG Semeru Merupakan Akumulasi Erupsi

Getaran erupsi tak terasa tapi ditangkap seismograf

Surabaya, IDN Times - Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), M Haris Miftakhul Fajar angkat bicara perihal awan panas guguran (APG) di Gunung Semeru. Menurutnya, guguran material tersebut sebagian besar merupakan akumulasi hasil erupsi hari-hari sebelumnya.

Dosen Departemen Teknik Geofisika ini menyampaikan, rekaman aktivitas seismik Gunung Semeru saat itu diketahui tidak menunjukkan adanya gempa karena erupsi yang besar. Tetapi terekam data seismisitas akibat aktivitas guguran yang meningkat tajam dan gempa erupsi intensitas kecil.

Baca Juga: Semeru Masih Berpotensi Mengeluarkan Guguran Awan Panas

1. Sejak awal November, Gunung Semeru memang mengalami peningkatan aktivitas

Pakar Geologi ITS, M. Haris angkat bicara soal fenomena awan panas guguran Gunung Semeru. Dok. Humas ITS.

Merujuk data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak November lalu, sudah terjadi peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa erupsi Gunung Semeru. "Maka, bersamaan dengan adanya peningkatan aktivitas erupsi, terindikasi pula adanya peningkatan jumlah material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah,” ujarnya, Rabu (8/12/2021).

Penumpukan jumlah material di tudung Gunung Semeru ini mengakibatkan puncak semakin tinggi. Di sisi lain, ketidakstabilan lereng menjadi bertambah pula. “Apalagi, material erupsi keluaran Gunung Semeru masih berupa material vulkanik yang tidak terkonsolidasi,” terangnya.

Karakteristik material itu sangat mudah tergerus dan dapat mengakibatkan terjadinya runtuhan. Terlebih, cuaca ekstrem di akhir tahun 2021 kali ini, turut mendorong proses pengikisan semakin meningkat. Alhasil, di tengah hujan deras Sabtu (4/12/2021), guguran material vulkanik berdampak sangat masif di beberapa lereng Gunung Semeru.

"Hal ini terlihat dari adanya hujan abu yang disertai awan panas guguran," ucapnya.

Sebaliknya, masyarakat cenderung tidak merasakan getaran gempa erupsi Gunung Semeru saat peristiwa ini terjadi. “Saat runtuhan terjadi, sebenarnya juga disertai dengan getaran. Tetapi, magnitudo getarannya kecil, sehingga tidak sampai terasa oleh warga sekitar,” jelasnya.

2. Tanda getaran erupsi tak dirasakan warga tapi ditangkap seismograf

Namun, getaran itu dapat ditangkap oleh seismograf sebagai seismisitas guguran. Data seismograf juga berhasil mendeteksi adanya seismisitas akibat erupsi pada pukul 14.50 WIB di hari yang sama dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5.160 detik.

Dari situ, terindikasi adanya erupsi yang langsung terjadi pasca terjadinya guguran material vulkanik akibat pengurangan tekanan di lapisan bagian atas Gunung Semeru. "Erupsi ini terjadi pada skala kecil, dengan getaran seismisitas tidak terlalu dirasakan warga," tegasnya.

Meskipun material runtuhan sebagian besar berasal dari endapan material vulkanik dari erupsi sebelumnya dan bukan material yang baru keluar akibat erupsi besar, material tersebut tetap menyimpan panas dengan suhu yang tinggi. "Panas itu masih ada, karena ketebalan endapan material yang masif," jelasnya.

Selain itu, memang sejak awal material keluar dari perut bumi, panasnya mencapai suhu yang sangat tinggi, yaitu di sekitar 300 - 700 derajat celcius. Sehingga, saat endapan material vulkanik runtuh, awan panas yang menyertai bersuhu sekitar 200 - 400 derajat celcius dan masih terdapat pula lahar hujan yang juga bersifat panas.

Baca Juga: Abu Panas dan Ancaman Lahar Dingin, Tantangan Evakuasi Korban Semeru

Berita Terkini Lainnya