TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kriteria Calon Pengganti Risma di Mata Mantan Wali Kota Surabaya

Memimpin Surabaya tak perlu dengan marah-marah

Mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH. IDN Times/Dok. Istimewa

Surabaya, IDN Times - Pilkada Surabaya akan digelar pada 9 Desember 2020. Jelang kontestasi demokrasi lima tahunan itu, suhu politik di Kota Pahlawan mulai memanas. Beberapa kandidat calon pengganti Wali Kota Tri Rismaharini mulai bermunculan.

Sebelum memasuki babak baru memilih pemimpin di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur (Jatim), Wali Kota Surabaya periode 2002-2010, Bambang Dwi Hartono angkat bicara tentang sosok pemimpin yang dibutuhkan warganya. Dia menegaskan, untuk menjadi pemimpin Surabaya tidak harus banyak marah-marah.

"Jadi kalau memimpin orang Surabaya harus marah-marah, saya pikir salah," ujarnya, Minggu (2/8/2020).

1. Paham wilayah dan warga Surabaya

Ilustrasi Pilwali Surabaya 2020 (IDN Times/Mardya Shakti)

Pria yang pernah menjadi Wakil Wali Kota periode 2010-2015 ini menyampaikan, siapapun yang menjadi wali kota, dia akan mempunyai kewenangan sekaligus tanggung jawab pada Surabaya. Maka, figur itu harus memahami wilayah dan masyarakat yang dipimpinnya.

"Mencintai orang yang dipimpin. Mencintai apapun tindakannya, diekspresikan dengan halus maupun keras karena kecintaan, bukan karena emosi," kata Bambang DH.

"Bisa paham karakteristik wilayah dan warga yang dipimpin. Kalau tidak memahami susah, marah-marah tok, ngambek tok, nangis tok," dia melanjutkan.

Baca Juga: KPU Surabaya dan Lamongan Belum 100 Persen Terima Anggaran Pilkada

2. Komitmen mewujudkan mimpi dan kemauan warganya

Ilustrasi Pilwali Surabaya 2020 (IDN Times/Mardya Shakti)

Jangan sampai, lanjut Bambang, wali kota tidak paham potensi kotanya sendiri. Kemudian harus tahu mimpi rakyatnya, bukan hanya berpikir mewujudkan cita-citanya sendiri. "Jangan-jangan mimpi rakyatnya aja gak tahu. Warganya pengen apa gak tahu dia. Dia mewujudkan mimpinya, bukan mimpi kolektif warganya," ungkapnya.

"Yang sulit itu bagaimana mimpi kolektif jadi mimpi bersama. Bukan mimpi keakuannya yang ditonjolkan," dia menegaskan.

3. Gunakan dasar riset dan akademik saat ambil kebijakan

Ilustrasi Pilwali Surabaya 2020 (IDN Times/Mardya Shakti)

Maka, pemimpin berbasis data menjadi hal yang sangat penting bagi Wakil Wali Kota Surabaya periode 2000-2002 ini. Selama menjabat wali kota maupun wakil wali kota, dia mengaku menggunakan dasar akademik dan riset sebelum mengambil keputusan. "Ojok sak enake dewe, sak karepe dewe (jangan seenaknya sendiri, semaunya sendiri)," tukasnya.

"Ini mengelola orang mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Mulai bayi sampai mau mati," dia menambahkan.

Baca Juga: Sinyal Khofifah Turun Gunung di Pilkada Surabaya

Berita Terkini Lainnya