TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belajar dari Rumah, Kisah Ermawati dan Siswanya di Lereng Semeru

Ermawati harus mendatangi rumah siswanya sejauh 30 kilometer

Ermawati (38) guru MI yang tetap mengajar ke rumah siswanya di Ranu Pani. Ermawati for IDN Times

Surabaya, IDN Times - "Ya tetap harus naik ke Ranu Pani, ngasih pelajaran ke siswa, tapi di rumahnya langsung," kata Ermawati, guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Thoriqul Huda Ranu Pani, Lumajang saat dihubungi IDN Times, Sabtu (18/4). Keluhan orangtua atau guru tentang pembelajaran di rumah saat pandemik rasanya tak akan sebanding dengan apa yang dirasakan perempuan yang biasa disapa Erma tersebut.

Alih-alih sambat tentang efektivitas pembelajaran daring, tiap hari guru berusia 38 tahun masih harus menempuh jalan menanjak nan berkelok sepanjang 30 kilometer dari rumahnya di Desa Tempuran, Senduro, Lumajang. Selama satu jam, Erma harus menunggangi kuda besinya untuk menjangkau rumah para siswanya yang terletak di lereng Gunung Semeru.

1. Wali murid terkendala, guru mengajar langsung ke rumah

Proses belajar mengajar yang dilakukan Ermawati di rumah siswanya di Ranu Pani. Ermawati for IDN Times

Keputusan Erma mengajar langsung para siswanya di tengah pandemik COVID-19 ini bukan berarti menghiraukan anjuran pemerintah. Rupanya, wali murid atau orangtua siswa di Ranu Pani yang notabene masyarakat Suku Tengger ini kurang akrab dengan aplikasi di ponsel pintar. Meski sekolah tak lagi buka, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara tatap muka pun masih harus dilakukan olehnya.

"Kan orangtua siswa tidak semuanya bisa menjalankan aplikasi, itu yang jadi kendala," kata dia.

Baca Juga: Jaga Suasana Hati Anak, Kunci Belajar di Rumah ala Adinda

2. Kelas dibagi menjadi dua kelompok

Ermawati (38) guru MI yang tetap mengajar ke rumah siswanya di Ranu Pani. Ermawati for IDN Times

Meski harus bertemu langsung, Erma mengaku tetap berusaha menerapkan pembatasan jarak atau physical distancing. Agar tak terlalu banyak berkerumun, ia membagi siswanya yang berjumlah enam menjadi dua kelompok. Waktu pembelajaran pun hanya seminggu sekali.

"Siswa saya kan cuma enam di MI itu, saya bagi tiga-tiga dalam setiap pertemuan. Rasa lelah itu terbayar pas lihat anak-anak semangat dalam belajar," dia mengungkapkan.

Selain wali murid belum akrab dengan piranti digital, Erma mengakui bahwa belajar jarak jauh dengan metode daring masih sulit diterapkan bagi SD. Ia menilai para siswa sangat membutuhkan perhatian dan arahan dari gurunya. Terlebih, materi pembelajaran bagi anak SD tidak melulu soal akademik tapi juga bagaimana seorang guru mampu menularkan kebiasaan baik.

"Makanya saya tidak mengajar materi pelajaran saja, di musim corona ini saya selipkan materi Pola Hidup Sehat dan Bersih (PHBS)," ujar dia.

"Kalau yang paling terjangkau di pedesaan ya cuci tangan pakai sabun. Siswa saya ajak terapkan itu sesuai anjuran pemerintah juga," Erma menambahkan.

Belajar dari rumah. IDN Times/Mia Amalia

3. Belum ada subsidi untuk pembalajaran online

(Ilustrasi pendidikan) IDN Times/Sukma Shakti

Sebaliknya, kalau pun harus menerapkan pembelajaran daring, Erma mengaku belum mendapat tunjangan apapun. Padahal, pada Pasal 9A Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 pendidik dan peserta didik berhak mendapat subsidi pulsa maupun internet.

Nah, subsidi tersebut dapat diambilkan dari dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) reguler. Melansir laman kemenkeu.go.id, Senin (10/2), besaran dana BOS reguler yang meningkat untuk persiswa SD/MI adalah dari Rp800.000 di tahun 2019, menjadi Rp900.000 di tahun 2020.

"Tapi sampai sekarang saya cuma dapat tunjangan transport saja. Tidak apa-apa saya ikhlas mengajar anak-anak," kata Erma.

4. Pemerintah masih mengevaluasi dan menunggu juknis

Bupati Lumajang, Thoriqul Haq saat melakukan konferensi pers perkembangan pandemik COVID-19. Lumajangkab.go.id

Terpisah, Bupati Lumajang, Thoriqul Haq mengaku masih akan mengevaluasi ulang kebijakan belajar dari rumah. Dia mengetahui adanya Permendikbud yang memperbolehkan pencairan dana BOS reguler ke subsidi pulsa dan internet.

Sayangnya, pencairan tak kunjung dilakukan untuk SD/MI sederajat di Lumajang. Alasannya belum mendapat Petunjuk Teknis (Juknis) dari pemerintah pusat. Ditambah lagi, mereka masih menghitung formulanya.

"Sampai sekarang belum ada per guru atau bagaimana itu belum. Iya kita nunggu juknis," ucapnya dihubungi IDN Times, Selasa (21/4).

"Kita masih harus memastikan secara teknis, karena mekanismenya pasti akan ada tindaklanjut semua saran dari pemerintah pusat," kata Thoriq.

5. Kemenag manut pada pemerintah daerah dan Kemendikbud

IDN Times/Arief Rahmat

Sementara Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jatim, Ahmad Zayadi menegaskan terkait pendidikan madrasah pihaknya hanya menyesuaikan saja dengan pemerintah daerah. Artinya aturan penuh berada di Kemendikbud.

"Jadi kebijakannya untuk kemenag menyesuaikan dan bersinergi dengan kebijakan pemerintah daerah," kata dia dihubungi, Selasa (21/4).

Sejauh ini pihaknya mengembangkan pembelajaran elektronik atau e-learning bagi para siswa madrasah. "Kita juga menggunakan resource yang sama dengan Kemendikbud. Kita menjaga kesesuaian," ucap Ahmad.

Baca Juga: Begini Tayangan Belajar dari Rumah TVRI untuk Anak TK dan PAUD 

Berita Terkini Lainnya