5 Fakta Pondok Modern Gontor, Ponpes Terbesar di Indonesia
Ponpes yang namanya terkenal di penjuru negeri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jika kamu mencari pondok pesantren terbesar maupun terbaik di Indonesia, sudah pasti nama Pondok Modern Darussalam Gontor tak pernah absen dari daftar. Nama ponpes yang lebih dikenal Pondok Modern Gontor ini sudah termasyur di seluruh negeri dengan kurikulum yang modern yang memadukan basis agama dan ilmu umum. Pondok yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur ini, setiap tahunnya juga tak pernah sepi didatangi oleh ribuan santri dari seluruh daerah hingga luar negeri.
Sayangnya, beberapa waktu terakhir nama Pondok Modern Gontor ramai diperbincangkan karena dugaan kasus penganiayaan yang menyebabkan seorang santri asal Palembang meninggal dunia. Kejadian ini semakin membuat orang semakin penasaran tentang pondok pesantren yang berdiri sejak abad ke-18 ini. Nah, berikut adalah 5 hal yang perlu kamu ketahui tentang Pondok Modern Darussalam Gontor.
1. Ada sejak abad ke-18, tapi tercatat berdiri pada tahun 1926
Dikutip dari situs resminya, Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang terletak di Desa Gontor, Mlarak, Ponorogo, Jawa Timur ini memiliki sejarah yang panjang. Cikal bakal ponpes ini berdiri sebenarnya jauh pada abad ke-18 dan terletak di desa Tegalsari, Ponorogo. Untuk itu, pondok ini terkenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Pendirinya adalah Kyai Ageng Hasan Bashari.
Pondok Tegalsari telah berkembang menjadi pondok besar dan memiliki ribuan santri yang berasal dari penjuru nusantara. Saking banyaknya, seluruh desa Tegalsari menjadi pondokan bahkan hingga menyebar ke desa-desa sekitarnya.
Namun lambat laun, di kepemimpinan generasi keempat Kyai Ageng Hasan, Pesantren Tegalsari mulai surut. Hingga kemudian munculah seorang santri bernama R.M. Sulaiman Djamaluddin yang menonjol di berbagai bidang. Singkat cerita, Sulaiman Jamaluddin diambil menantu dan menjadi Kyai muda yang dipercaya untuk memimpin pondok.
Bahkan, sang Kyai memberi kepercayaan kepada Kyai Sulaiman untuk mendirikan pondok pesantren sendiri di desa Gontor atau lebih kurang 3 kilometer sebelah timur Tegalsari. Di sana, Kyai Sulaiman diberi amanah untuk mendidik 40 santri lalu jumlahnya terus berkembang.
Sayangnya, Pesantren Gontor Lama ini hanya bertahan di bawah kepempinan tiga generasi hingga generasi Kyai Santoso Anom Besari (cucu dari Kyai Sulaiman Djamaluddin). Saat Kyai Santoso Anom wafat pada 1918 sekaligus menandai berakhirnya pondok pesantren Gontor Lama.
Hingga pada tahun 20 September 1926, tiga dari tujuh putra Kyai Santoso Anom kembali ke Gontor untuk membangun kembali pondok pesantren. Mereka adalah dikenal sebagai Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, yaitu K.H. Ahmad Sahal (1901–1977), K.H. Zainudin Fananie (1908–1967) dan K.H. Imam Zarkasyi (1910–1985).
Yang menarik adalah, ketiga pendiri ini mewakafkan Pesantren Modern Dasrussalam Gontor kepada umat islam. Pengorbanan untuk melepaskan kepemilikan pribadi ini diterima oleh perwakilan 15 anggota alumni. Barulah kemudian 15 alumni Gontor (IKPM) ini menjadi Badan Wakaf PMDG.
Pimpinan Pondok kemudian membawahi banyak lembaga dibawahnya, seperti KMI (Kulliyatul Mu’allimin/Mu’allimat al-Islamiyah), UNIDA (Universitas Darussalam) dan sebagainya.
Baca Juga: Santri Gontor Meninggal Saat Kemah, Kemenag Jatim Minta Usut Tuntas
Baca Juga: Selidiki Dugaan Penganiayaan Santri Gontor, Polisi Periksa 9 Saksi
Baca Juga: Ada Dua Santri Lain yang Jadi Korban Dugaan Penganiayaan di Gontor
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.