TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cheng Hoo, Masjid yang Berdiri dari Donasi Berbagai Etnis dan Agama

#RamadanMasaKini Berasa tiba-tiba di Cina saat salat di sini

IDN Times/Vanny El Rahman

Surabaya, IDN Times - Terletak di pusat kota, tepatnya 1,5 kilometer dari kantor Wali Kota Tri Rismaharini, berdiri masjid megah bernuansa Tionghoa bernama Cheng Hoo. Didominasi warna merah dan hijau, serta kaligrafi Arab masjid, masjid yang terletak di Jalan Gading No. 2 Ketabang, Genteng ini mencuri perhatian siapapun yang melintas di depannya. 

Pendirian masjid berukuran 21 x 11 meter itu digagas oleh seorang pengusaha bernama HMY Bambang Sujanto. Ide muncul setelah ia melancong dari Negeri Tirai Bambu. Inspirasinya adalah  Masjid Niu Jie di Beijing yang sudah berdiri sejak 996 masehi. Melalui masjid tersebut, Bambang berharap etnis Tionghoa di Surabaya lebih dekat dengan Islam.

“Beliau juga ingin masjid ini jadi tempat silaturahim, bukan cuma untuk etnis Tionghoa, tapi untuk siapa saja dipersilakan berkunjung ke sini. Karena memang begitu cara Rasulullah membesarkan Islam,” kata Liem Fuk Shan selaku Ketua Pelaksana Harian Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia kepada IDN Times, Jumat (10/4).

1. Berawal dari dana sebesar Rp500 juta

IDN Times/Vanny El Rahman

Peletakan batu pertama dilakukan pada 15 Oktober 2001. Ada 13 orang yang memprakarsai pembangunan masjid ini. Modal awal pembangunannya didapat dari penjualan Juz Amma dalam tiga bahasa, Indonesia, Inggris dan Mandarin. “Dari penjualan juz amma dapat Rp500 juta,” lanjut Liem.

Kemudian, berkat urunan dan jerih payah masyarakat, akhirnya masjid ini sudah mulai beroperasi sejak 13 Oktober 2002. Total biaya pembangunannya mencapai Rp3,3 miliar, “Yang urunan ada juga dari etnis Tionghoa yang non-muslim.”.

“Peresmiannya bertepatan dengan hari ulang tahun Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) pada 28 Mei 2003. Diresmikan oleh Menteri Agama waktu itu, Pak Said Agil Munawar,” tambahnya.

Baca Juga: Masjid Al-Osmani, Masjid Tertua di Medan Simbol Awal Kerajaan Deli

2. Ada peran Gus Dur dalam pembangunannya

IDN Times/Vanny El Rahman

Berdasarkan penuturan Liem, tidak sedikit warga yang menolak pembangunan masjid tersebut. Sulit bagi mereka untuk menerima akulturasi budaya Islam dengan Cina. Syukurnya, dukungan dari Gus Dur berhasil meredam segala keraguan. Di samping itu, para pendirinya juga terbuka dengan segala keluhan warga.

“Waktu itu almarhum Abdurrahman Wahid mengerahkan sekitar 200 banser untuk mengamankan pembangunan masjid ini. Kemudian para pendirinya juga welcome sama warga, akhirnya didukung,” terang Liem.

3. Jumlah mualaf dari etnis Tionghoa semakin banyak

IDN Times/Vanny El Rahman

Setelah masjid tersebut didirikan, jumlah mualaf dari etnis Tionghoa semakin meningkat. Masjid tesebut menjadi semacam monumen bagi mereka yang ingin menganal agama Islam lebih jauh.

“Hampir setiap tahun meningkat muallaf di Surabaya. Dulu sekitar lima atau tujuh tahun yang lalu, satu minggu bisa dua sampai tiga orang muallaf. Gak ada sama sekali paksaan bagi mereka untuk memeluk Islam. Masjid ini juga menyediakan pembinaan setelah mereka mengucap kalimat syahadat,” papar dia.

Baca Juga: Melihat Cagar Budaya Masjid Sewulan di Kabupaten Madiun   

Berita Terkini Lainnya