Suhu Udara di Malang Panas, Warga Merasa Pusing hingga Mimisan
Suhu udara di Jawa Timur mencapai 38 derajat celcius
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Warga di Malang Raya kini mulai merasakan dampak peningkatan suhu udara yang kian panas. Apalagi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) memprediksi jika kemarau akan terus melanda hingga sepanjang Oktober 2023.
Kondisi ini ternyata mempengaruhi aktivitas masyarakat di wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Warga tidak bisa beraktivitas terlalu lama di luar ruangan karena terik matahari yang mempengaruhi kesehatan.
Baca Juga: Suhu Surabaya 42 Derajat Celsius, BMKG Bilang Tidak Benar
1. Peningkatan suhu di Malang membuat warga merasa pusing jika terlalu lama terpapar matahari
Iansyah Turmudi (27) menceritakan jika suhu udara di Kota Malang akhir-akhir ini mengalami peningkatan signifikan. Ini berbanding terbalik ketika dirinya baru menjadi mahasiswa baru (maba) di salah satu kampus negeri di Kota Malang pada 2014, saat itu suhu di Kota Malang tergolong masih dingin meskipun memasuki musim kemarau. Ia kerap kali merasa pusing jika terlalu lama terpapar matahari saat siang.
"Kalau dibandingkan 9 tahun lalu memang jauh sekali, sekarang bahkan di dalam ruangan saya masih memakai kipas. Sekarang sebisa mungkin lebih banyak berteduh kalau kerja," terang pria asal Tulungagung ini saat dikonfirmasi pada Jumat (6/10/2023).
Meskipun ingin mengurangi paparan sinar matahari, pekerjaan Ian sebagai driver ojek online membuat ia mau tidak mau harus berhadapan dengan paparan sinar matahari yang sangat terik. Apalagi kondisi Kota Malang yang seringkali mengalami kemacetan kian menambah kesulitannya.
"Mungkin sekarang saya mengurangi intensitas orderan kalau siang hari. Saya maksimalkan pada pagi, sore, dan malam biar memenuhi target. Selain itu saya juga menghindari memakai baju berwarna hitam saat kerja," ujarnya.
Baca Juga: Radang Otak Remaja di Malang, Bekas Permanen Tragedi Kanjuruhan