TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indah dan Windoyo, Tiga Jam Buat Surat Braille untuk Pilkades

Pertama kalinya di Indonesia Pilkades gunakan braille

IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Banyuwangi, IDN Times - Indah Catur Cahyaningtyas (38) tampak sibuk membantu suaminya, Nur Hadi Windoyo (35) membuat alat bantu pencoblosan surat suara buat warga tuna netra dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak yang akan berlangsung di Kabupaten Banyuwangi pada Rabu besok (9/10).

 

 

1. Membuat alat bantu pencoblosan untuk tuna netra

IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Selama tiga jam, Indah dan Windoyo bergelut membuat alat bantu braille. Secara fisik Indah bisa melihat, sementara Windoyo yang bisa menulis braille secara fisik dalam kondisi tuna netra.

Dengan sabar, Windoyo mendengarkan setiap kata yang diucapkan Indah saat membuat lubang-lubang angka dan huruf braille di selembar kertas putih. Satu per satu lubang regled (alat manual penulisan braille) harus dihitung Indah untuk memastikan lokasi angka dan huruf braille yang ditulis Windoyo, presisi dengan surat suara Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

Satu per satu pula, Indah harus mendikte angka nomor urut pasangan calon kepala desa besarta huruf nama calon.

"Ini manual karena permintaan mendadak, tapi senang karena ada permintaan berarti ada kepedulian, ini yang minta panitia. Sebenarnya kami juga punya tim IT yang bisa bikin dengan jumlah banyak," kata Indah saat ditemui di kediamannya, Selasa (8/10).

2. Setingkat Pilkades, baru pertama di Indonesia

IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Alat bantu pencoblosan surat suara yang dibuat, merupakan pesanan dari panitia pelaksana Pilkades Desa Tamanagung, Kecamatan Cluring, Banyuwangi, berdasarkan inisiatif dari sekertaris desanya.

Menurut Windoyo yang tergabung dalam komunitas persatuan tuna netra Indonesia, alat bantu surat suara untuk penyandang tuna netra baru pertama untuk Pilkades. Sementara untuk alat bantu surat suara Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan Pemilihan Bupati (Pilbub) sudah tersedia untuk masyarakat penyandang tuna netra.

"Di Banyuwangi baru pertama, dan Insyaallah di Indonesia baru pertama kali ini di pemilihan Pilkades. Saya tahu karena tergabung di persatuan tuna netra Indonesia, kemudian komunitas teknologi, kita sering tukar informasi waku pemilu sehingga tahu," kata Windoyo.

Baca Juga: Kades Terlibat Sabu, Satu Desa di Madiun Talangi Anggaran Pilkades 

3. Bakal ada pendampingan dalam proses pencoblosan

IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Wakil Ketua Panitia Pilkades Di Desa Tamanagung, Kecamatan Cluring, Eko Hariyono tiga jam setelah Windoyo dan Indah selesai membuat alat bantu braille surat suara, datang untuk mengambil pesanan. Alat bantu pencoblosan braille tersebut bakal dipergunakan untuk 9 warga tuna netra Desa Tamanagung di tiga Tempat Pengambilan Suara (TPS).

"Saya berulang kali jadi panitia (Pilkades), tapi baru pertama ini ada inisiatif. Yang minta pertama Pak Carik (sekertaris Desa Tamanagung), inisiatif dia sendiri, karena dari 1700 pemilih, ada 9 warga tuna netra yang bisa baca braille agar bisa mencoblos," ujar Eko.

Secara teknis pencoblosan, kata Eko, para penyandang tuna netra bakal didampingi satu orang panitia Pilkades untuk mengantar ke bilik pencoblosan. Sebelum mencoblos dengan privasinya, pendamping bakal membantu memasukkan surat suara di alat bantu pencoblosan braille, kemudian menjelaskan terlebih dahulu cara melipat surat suara usai melakukan pencoblosan.

"Ada lima calon, ada nomor dan nama. Ada satu petugas yang akan membantu, kemudian cukup diajari melipat, sebelum nyoblos. Durasi kemungkinan 5 menit," ujarnya.

4. Semangat menolong sesama dari kisah pribadi

IDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Pengalaman membuat alat bantu pencoblosan surat suara braille yang dikerjakan Indah dan Windoyo punya latar belakang kisah untuk bersemangat membantu para penyandang disabilitas, khususnya tuna netra.

Di sela menjelaskan simbol huruf braille yang maksimal terdapat 6 titik, Windoyo bercerita bahwa dirinya dilahirkan dalam keadaan bisa melihat, hingga pada usia 7 tahun dia mengalami sakit di bagian mata, hingga di usia 15 tahun Windoyo akhirnya tidak bisa melihat.

"Butuh proses yang panjang untuk siap menerima keadaan dari yang semula bisa melihat akhirnya buta. Saya pribadi kemudian tergerak untuk membantu persoalan yang dihadapi sesama tuna netra," kata Windoyo.

Baca Juga: Polres Banyuwangi Terjunkan 3.493 Personil untuk Pilkades Serentak

Berita Terkini Lainnya