TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pada Muslimat NU, Rudiantara Ajarkan Cegah Hoaks Pakai Ilmu Hadits

Rudiantara pakai istilah sanad dan matan lho~

IDN Times/Vanny El Rahman

Nganjuk, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Informatika (Komimfo), Rudiantara, mengimbau ribuan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Nganjuk agar memperhatikan sanad dan matan suatu konten sebelum disebarkan di media sosial.

Islam, kata Rudiantara, mengajarkan tabayun, tabayun, dan tabayun agar memastikan informasi yang disebarkan benar. "Kalau kita terima video, kita periksa dulu sanad dan matannya," kata Rudiantara dalam acara Deklarasi Anti-Hoax dan Penandatanganan Nota Kesepahaman Kominfo bersama Muslimat NU di Nganjuk, Minggu (10/3).

Baca Juga: Berjuluk Kota 1000 Lubang, Wabup Nganjuk: Gara-gara Proyek Nasional

1. Cari tahu sanadnya, siapa yang menyebarkan konten

IDN Times/Vanny El Rahman

Di hadapan ibu-ibu berusia lanjut, Rudiantara menjelaskan fenomena hoaks dan ujaran kebencian dengan istilah yang mudah dipahami. Salah satunya adalah menggunakan istilah-istilah dalam ilmu hadits.

"Sanad itu apa, yaitu siapa yang mengirimkannya. Harus kita periksa dulu apakah kredibel atau valid yang mengirimkannya. Kalau kita dapat pesan dari Ibu Khofifah yang sudah jelas kredibilitasnya, maka sanadnya baik. Kalau dapat dari Ibu Khofifah, itu siapa? Cari tahu dulu," jelas dia.

2. Perhatikan matannya, isi dari konten yang akan disebar

IDN Times/Vanny El Rahman

Berulang kali Rudiantara memaparkan bahwa hoaks dan penyebaran konten negatif berpotensi memecah belah bangsa. Karenanya, dia meminta agar Muslimat NU menyimak terlebih dahulu matan dari konten yang akan disebarkannya.

"Matan itu isinya. Periksa dulu isinya, apakah bagus atau tidak," lanjutnya.

Bila sanad (pengirim) dan matan (isi) dari kontennya baik, Rudi menambahkan, konten tersebut justru harus disebarkan.

3. Perhatikan juga konteks waktunya

Selanjutnya, mantan pejabat di lingkungan Telkomsel dan Indosat itu meminta agar tidak mengabaikan konteks waktu penyebarannya.

"Lihat konteks dan waktunya. Banyak informasi yang tidak benar berkaitan pemilu. Hasil monitor Kominfo lebih dari 700 hoaks beredar sejak Agustus (2018) sampai Februari (2019). Dari semuanya, paling banyak konten politik," terangnya.

Baca Juga: Di Depan Para Santri di Aceh, Hoaks soal Jokowi Ma'ruf Diluruskan

Berita Terkini Lainnya