TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jadi Google Doodle Hari Ini, Inilah Sosok Maria Walanda Maramis

Maria adalah pejuang hak-hak perempuan dalam politik

Google Doodle: Maria

Jakarta, IDN Times - Google Doodle hari ini (1/12) menampilkan wajah pahlawan dari Indonesia, Maria Walanda Maramis. Dalam keterangan gambar itu, tertulis, Maria Walanda Maramis 146 th Birthday. 

Ya, hari ini merupakan hari kelahiran pahlawan asal  Minahasa, Sulawesi Utara itu. Dia merupakan salah satu perempuan Indonesia yang konsisten memperjuangkan nasib perempuan dalam dunia politik pada awal abad 20. 

Baca Juga: Yuk Jadi Pahlawan Milenial dengan 5 Cara Ini

1. Yatim piatu di usia 6 tahun

Wikipedia.org/indonesianembassy.org.uk

Maria dilahirkan di Kema, suatu desa kecil di Minahasa pada 1 Desember 1872 dengan nama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis. Maria merupakan bungsu dari tiga bersaudara anak pasangan Maramis dan Sarah Rotinsulu. 

Di usia 6 tahun, Maria dan dua saudaranya menjadi yatim piatu setelah orangtua mereka meninggal dalam selang waktu berdekatan. Ketiganya kemudian dibesarkan oleh paman mereka bernama Rotinsulu.

Baca Juga: Berjasa Besar, Ini Dia 5 Pahlawan Nasional Sulsel yang Wajib Kamu Tahu

2. Di masa itu, perempuan hanya bisa bersekolah di level dasar saja

Ilustrasi (Pixabay)

Maria dan saudara perempuannya, Antje hanya bisa menikmati bangku sekolah hingga level dasar saja di Sekolah Melayu. Saat itu, perempuan memang tidak banyak harapan untuk bisa sekolah tinggi karena anggapan perempuan harus segera menikah dan mengurus rumah tangga. 

Di sekolah dasar itu, keduanya hanya belajar menulis dan membaca serta sedikit ilmu sains dan sejarah. 

Sementara saudara laki-laki mereka yang bernama Andries, demikian dikutip dari VOA Indonesia, bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

3. Maria mendirikan PIKAT

Maria Walanda Maramis (Wikimedia.org)

Setelah pindah ke Manado, Maria mulai menulis di kolom sebuah surat kabar lokal, Tjahaja Siang. Tulisan-tulisannya fokus pada pentingnya peran ibu, yang senantiasa berjuang untuk memastikan pendidikan dan layanan kesehatan, serta kesejahteraan keluarga.

Pada  8 Juli 1917, ia mendirikan sebuah organisasi yang memusatkan perhatian pada isu-isu ini. Organisasi yang diberi nama PIKAT, singkatan dari bahasa Melayu “Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya.”

Dengan telaten, ia mendidik anggota PIKAT untuk mengetahui keahlian dasar rumah tangga, seperti: memasak, menjahit, dan membesarkan anak-anak, serta berbagai peran lain.

Organisasi ini kemudian meluas. Diawali dengan cabang-cabang di  Minahasa, PIKAT kemudian melebarkan sayap hingga ke Pulau Jawa. PIKAT kemudian hadir juga di Batavia (Jakarta) hingga Surabaya. 

Baca Juga: #MillennialsMemilih, Platform Edukatif Cegah Millennials Golput

Berita Terkini Lainnya