WWF ke-10: Ecoton Soroti Pencemaran Air Sungai

Surabaya, IDN Times - Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Ecoton angkat bicara di tengah berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali. Ecoton yang dikenal aktif dalam gerakan ekspedisi sungai nusantara ini menyoroti kondisi kualitas air di Indonesia.
1. Sungai di Indonesia tercemar mikroplastik
Founder Ecoton, Prigi Arisandi membeberkan kalau sungai-sungai di Indonesia dibiarkan menjadi tempat pembuangan sampah. Ia menyebut, 98 persen sungai nasional tercemar mikroplastik.
"Minimnya kontrol pada industri pembuang limbah ke sungai membuat Sungai Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan sungai-sungai Di Jawa terancam mati," ujarnya, Rabu (22/5/2024).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Muhammad Ubaidillah dan Muhammad Kholid Basyaiban yang merupakan Universitas Hang Tuah Surabaya dan peneliti Ecoton penyebab utama pencemaran sungai di Kota/Kabupaten menunjukkan tiga kategori tertinggi yang di isi oleh 1.189 responden.
Penyebab utama diakibatkan oleh mikroplastik sebanyak 38,6 persen, limbah industri sebanyak 14,6 persen dan limbah domestik rumah tangga sebanyak 39 persen. Menurut The National Plastic Action Partnership (2020), mencatatkan ada sekitar 4,8 juta ton per tahun sampah plastik di Indonesia tidak terkelola dengan baik seperti dibakar di ruang terbuka 48 persenz tak dikelola layak di tempat pembuangan sampah resmi 13 persen dan sisanya mencemari saluran air dna laut 9 persen.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek penelitian menunjukkan hasil bahwa Ecoton pernah melakukan profiling terhadap 68 sungai yang tersebar di 24 provinsi dan 9 pulau besar di Indonesia. Hasilnya, menemukan problem pencemaran lingkungan di setiap sungai yang dideteksi kesehatannya.
Masalah sungai di Indonesia di antaranya dihasilkan dari aktivitas manusia yang menghasilkan limbah domestik yakni sampah plastik dan limbah rumah tangga, kemudian juga limbah yang dihasilkan oleh industri.
Nah, sampah plastik yang bocor di lingkungan akan berpotensi menjadi mikroplastik, berdasarkan laporan kontaminasi mikroplastik di sungai Indonesia tahun 2022 yang dirilis tim ESN Ecoton ada lima provinsi di Indonesia dengan kontaminasi mikroplastik tinggi.
Lima provinsi itu, Jawa Timur ditemukan 6,36 partikel/liter, Sumatera Utara 5,20 partikel/liter, Sumatera Barat 5,08 partikel/liter, Bangka Belitung 4,97 partikel/liter, dan Sulawesi Tengah 4,17 partikel/liter.
"Data tersebut menunjukkan bahwa masih kurangnya keseriusan pemerintah dalam mengatasi tata kelola sampah yang amburadul, fasilitas sampah dan palayanan pengelolaan yang belum merata di setiap daerah, industri dan perusaahan penghasil plastik yang tidak bertanggungjawab," ungkap Prigi.
"Ketika sampah produk mereka bocor dan tercecer ke lingkungan dan masih masifnya penggunaan plastik sekali pakai di kalangan masayarakat tanpa dibarengi ketegasan implementasi regulasi pengurangan plastik di setiap daerah" tambah dia.
2. Penggunaan kimia hingga aktivitas tambang juga cemari sungai

Tak hanya mikroplastik saja, Prigi mengungkap pencemaran air sungai di luar Pulau Jawa justru menggunakan bahan kimia. Ia menyebut, penggunaan pestisida, herbisida overdosis dan minim kontrol pada perkebunan sawit di Kalimantan Barat dan wilayah perkebunan sawit mempercepat kepunahan ikan air tawar.
"Aktivitas tambang memberi kontribusi pencemaran logam berat yang merusak ekosistem sungai di Bangka Belitung, Sagea, sawahlunto dan Sulawesi Tengah serta wilayah lain di Indonesia," kata Prigi. "Pembuangan limbah domestik tak terkontrol membuat sungai-sungai Indonesia tercemar E-Coli," tambah dia.
3. Desak segera lakukan penanganan agar tidak terjadi bencana

Jika tak ada upaya memprioritaskan masalah sungai sebagai isu strategis yang harus dikedepankan dalam program pembangunan di Indonesia, Prigi berpendapat, satu persatu sungai Indonesia akan mati, tak berfungsi Lagi sebagai sumber kehidupan tetapi menjadi sumber bencana bagi lingkungan dan manusia.
Karena saat ini, merujuk pada survei Ubaidillah dan Kholid Basyaiban, sungai masih sangat dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan sungai sekitar tempat tinggal digunakan untuk persawahan/pertanian/peternak sebanyak 47,6 persen.
Sedangkan untuk bahan baku air minum sebanyak 13 persen, untuk bahan baku industri sebanyak 6,1 persen dan tidak memanfaatkan air sungai sebesar 47,6 persen.
Masyarakat yang masuk dalam responden survei mendesak agar pemerintah serius melakukan penanganan pencemaran air sungai. Sebesar 34,5 persen ingin digalakkan aturan pembatasan plastik sekali pakai, 17,2 persen minta penerapan sanksi berat bagi industri pembuang limbah dan 48,3 persen mendesak pengawasan yang lebih ketat.
4. Pemprov klaim air bersihnya tertinggi nasional, sudah lakukan kolaborasi

Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur (Jatim) Adhy Karyono, mengklaim bahwa wilayahnya menjadi provinsi dengan produksi air bersih tertinggi di Indonesia. "Air bersih di Jatim tertinggi di Indonesia," katanya.
"Ini karena kolaborasi bersama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta. Kebutuhan air bersih yang meningkat beriringan dengan meningkatnya literasi kesehatan pada kehidupan masyarakat," tambahnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), volume produksi perusahaan air bersih di Jatim mencapai 810,82 juta meter kubik selama 2022. Produksi air bersih Jatim ini menduduki peringkat pertama di Indonesia, diikuti oleh DKI Jakarta dengan 635,092 juta meter kubik, Jawa Tengah dengan 627,619 juta meter kubik, dan Jawa Barat dengan 513,24 juta meter kubik.
"Perusahaan Air Minum (PAM), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Badan Pengelola Air Minum (BPAM), serta perusahaan swasta lainnya melakukan inovasi sehingga meningkatkan produksi air bersih," ungkap dia.
5. Kondisi air di jatim dalam kondisi sedang

Sedangkan berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim, Indek Kualitas Air di Jatim 55,86. Artinya masuk dalam kategori sedang. Namun Kepala DLH Jempin Marbun menyebut kalau indeks itu masih baik.
"Kondisi air di Jatim masih kategori baik," tegasnya saat dikonfirmasi.
Jempin menyebut kalau pihaknya secara aktif melakukan kontrol terhadap kondisi air di Jatim. "Ini tidak lepas dari pengendalian pencemaran melalui susur Sungai Brantas oleh tim dan pengawasan yang kami lakukan," pungkasnya.