Surabaya, IDN Times - Ombudsman Republik Indonesia (RI) Jawa Timur mendesak pembentukan tim independen untuk mengusut dugaan maladministrasi penyimpangan prosedur penyaluran bahan bakar minyak (BBM) Pertalite yang menimbulkan kendaraan brebet. Pertamina wajib melakukan ganti rugi terhadap keluhan yang diterima para konsumen.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin mengatakan, Tim independen akan menjamin hasil investigasi yang lebih objektif. Pengusutan idealnya tidak dilakukan secara internal oleh Pertamina dan Kementerian ESDM karena khawatir terjadi benturan kepentingan. Mengingat, posisi Pertamina sebagai operator penyaluran BBM Pertalite dan Kementerian ESDM berstatus regulator.
"Sudah banyak konsumen Pertalite yang menjadi korban. Sepeda motor mereka rusak. Ini tidak dapat dianggap masalah sepele, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara harus hadir, sehingga sangat mendesak segera dibentuk tim investigasi independen,’’ kata dia dalam penjelasan tertulis, Jumat (31/10/2025).
Tim independen beranggotakan kelembagaan yang memiliki kewenangan sesuai kewenangan perundang-undangan. Selain itu, dari kalangan akademisi-profesional yang memiliki kompetensi/keahlian di bidang energi. "Mereka harus masuk dalam tim independen, ini sebagai bentuk kehadiran negara menangani kasus penggunaan BBM bermasalah,’’ ujar Agus.
Sebut saja, kata dia, pelibatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) untuk menjamin hak-hak konsumen sesuai UU No 8 Tahun 1999, lalu Ombudsman untuk mendalami pemenuhan standar pelayanan sesuai UU 25 Tahun 2009. Bahkan juga melibatkan akademisi-profesional, dan perwakilan LSM perlindungan konsumen yang menjadi wakil masyarakat.
Sekalipun demikian, Ombudsman mengapresiasi inisiatif Pertamina yang membuka 17 posko pengaduan pemilik motor rusak setelah mengisi Pertalite. Pembukaan posko merupakan pelaksanaan dari Perpres No 76 Tahun 2013 tentang Sistem Pengaduan Pelayanan Publik. ‘’Sudah betul, segera dibentuk tim complaint handling. Ini bisa meredam sekaligus solusi cepat menangani permasalahan di masyarakat,’’ jelas Agus.
Dia mengingatkan, Pertamina harus benar-benar mengganti kerugian tanpa syarat dalam menangani komplain konsumen Pertalite. ‘’Pertamina harus bertanggung jawab menggunakan prinsip strick-liability, dengan memberi kompensasi atas kerugian material konsumen,’’ ujar Agus.
Menurut Agus, pertanggungjawaban strick-liability sejalan dengan isi maklumat pelayanan sesuai Permen-PAN No. 17 Tahun 2017. ‘’Pertamina selaku penyedia layanan publik, terikat dengan isi maklumat pelayanan,’’ tegas Agus. Sesuai isi maklumat pelayanan, penyedia layanan publik siap diberikan sanksi dan memberikan kompensasi, jika memberikan pelayanan buruk yang terindikasi maladministrasi (penyimpangan prosedur).
Agus menjelaskan, pertanggungjawaban strick-liability dilaksanakan dalam koridor perlindungan konsumen. Pertamina tidak boleh mempersulit --apalagi menolak, klaim kerugian konsumen Pertalite yang jelas-jelas sepeda motornya rusak. ‘’Prinsip strick-liability adalah pertanggungjawaban mutlak yang dikenakan tanpa menilai adanya kesalahan, cukup dengan adanya kerugian yang timbul dan ada hubungan kausalitas,’’ beber Agus.
Sebab, Pertamina sebagai operator yang memonopoli penyaluran Pertalita, tidak memiliki argumentasi menghindar atas kerugian penggunaan Pertalita. Sebab, tidak ada SPBU lain –baik milik Pertamina maupun mitra, yang menjual bebas Pertalite.
