Ecoton Desak Pabrik Kertas Agar Bijak dalam Mengolah Limbah

Surabaya, IDN Times - Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton), suatu lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan basah menemukan, sampah plastik impor dari Australia telah menimbulkan bencana ekologis. Sampah plastik yang bercampur dengan bahan baku kertas bekas ini dinilai telah mengancam kehidupan manusia, mulai dari bayi hingga orang dewasa. Ecoton juga melakukan aksi protes kepada Konsulat Jenderal Australia untuk memberantas kasus ini pada Senin (19/08/2024).
Ternyata, Ecoton juga menemukan sampah impor bukan satu-satunya yang mengancam kehidupan masyarakat Jawa Timur. Pabrik-pabrik kertas dalam negeri yang tidak bertanggung jawab dalam mengolah limbah juga turut memperburuk daerah ini.
Ecoton sebagai lembaga yang mendedikasikan diri untuk melindungi dan memulihkan ekosistem lantas mengambil tindakan. Mereka terus melakukan kajian, penelitian, dan eksplorasi data dengan melibatkan peneliti profesional.
1. Proses daur ulang kertas menghasilkan bahan kimia berbahaya

Menurut penelitian Ecoton, proses daur ulang di Jawa Timur menghasilkan 346 zat kimia berbahaya yang mengandung Endocrine Disrupting Chemicals (EDC). EDC dapat menyebabkan gangguan sistem hormonal manusia dan berbagai masalah kesehatan, seperti meningkatnya risiko kanker serta gangguan perkembangan pada janin dan bayi. Dengan demikian, disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki fasilitas yang memadai untuk menangani limbah secara aman.
2. Proses deinking menyebabkan polusi logam berat

Proses deinking adalah proses menghilangkan tinta di serat kertas bekas dengan menggunakan bahan kimia seperti surfaktan, agen pemutih, dan bahan kimia lainnya. Proses ini menghasilkan air limbah yang mengandung residu tinta, bahan kimia, dan partikel logam berat.
Menurut penelitian Ecoton selama Agustus, terdapat kontaminasi logam berat seperti timbal, merkuri dan kadmium di saluran pembuangan limbah pabrik kertas yang mengalir ke Sungai Brantas. Ini menjadi ancaman serius, mengingat sungai ini mengaliri daerah padat penduduk di Jawa Timur. Air sungai ini bahkan digunakan sebagai bahan baku PDAM, irigasi, dan perairan tambak.
Selain itu, limbah cair ini juga mengandung banyak partikel sedimen halus di dalam air yang menyebabkan endapan material selulosa di dasar sungai.
3. Ecoton melaporkan pabrik-pabrik yang terindikasi mencemari sungai

Ecoton melaporkan dua pabrik yang terindikasi mencemari daerah aliran Sungai Brantas, sebab pabrik itu diduga membuang limbah cair tanpa pengolahan. Dua pabrik itu telah dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur untuk ditindaklanjuti.
Menurut keterangan dari Koordinator Aksi Ecoton di Konsulat Jenderal Australia di Surabaya, Alaika Rahmatullah bahwa timnya menemukan fakta beberapa pabrik kertas memang membuang limbah ke sungai hingga menimbulkan pencemaran. Perubahan warna air sungai menjadi putih dan cokelat serta sedimentasi karena sludge kertas sungguh terjadi di daerah aliran Sungai Brantas. Warna putih disebabkan oleh klorin sebagai pemutih kertas, sedangkan warna cokelat berasal dari lignin untuk membuat kertas berwarna cokelat.
Ia menambahkan, limbah sludge ini mengandung logam berat yang termasuk dalam kategori limbah beracun. Selain logam berat, dalam limbah cair ini juga ditemukan serpihan plastik yang mengandung 300 lebih bahan berbahaya lainnya.
"Limbah yang dibuang ke sungai ini bisa menyebabkan masalah serius, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada air sungai ini," katanya.
Data temuan Ecoton, kata dia, kualitas air Sungai Berantas mengalami penurunan karena banyaknya bahan-bahan kimia yang mencemari sungai. "Pencemaran tak hanya merusak biota air, tetapi juga merugikan jutaan warga yang menggantungkan hidupnya pada air sungai," katanya.
Sementara itu, Kepala Laboratorium Ecoton, Rafika berharap agar pemerintah dan pihak-pihak terkait segera menangani pencemaran ini dengan serius dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar.
Ecoton tidak hanya menuntut pertanggungjawaban Australia terkait sampah plastik impor, tetapi juga mendesak adanya sanksi pidana bagi pabrik-pabrik kertas dalam negeri yang telah merusak daerah aliran Sungai Brantas, Sungai Porong, dan Sungai Surabaya.