Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dalam Sidang Muhdlor Terungkap Pakai Kode 'Sedekah' dan 'Selesaikan'

Terdakwa Mantan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Surabaya, IDN Times - Saksi kunci dalam persidangan dugaan korupsi dengan terdakwa eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengungkap beberapa kode dan budaya pemotongan insentif dalam dugaan perkara pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo. Uang hasil pemotongan itu digunakan untuk banyak kegiatan insedentil hingga pembayaran pajak dan bea cukai.

Fakta itu diungkap secara langsung oleh eks Kepala BPPD Ari Suryono yang juga merupakan terdakwa kasus yang sama dengan eks Bupati Muhdlor. Ari--sapaan karibnya- mengungkap kalau pemotongan insentif itu dinamai 'sedekah'. Sementara untuk penggunaan dananya kerap mendapat instruksi dengan kode 'selesaikan'.

"Pada saat saya di Kantor BPPD. Bu Siska (Kassubag Umum dan Kepegawaian BPPD) dan Pak Yusuf (Sekretaris BPPD) menghadap saa. Menyampaikan ini ada 12 pegawai tidak digaji oleh pemerintah daerah (APBD). Di sini juga mengumpulkan sedekah (dari potongan insentif) untuk memberi THR non-ASN dharma wisata dan kegiatan lain insidentil," ujarnya.

"Saya sampaikan (ke Bu Siska dan Pak Yusuf) sepanjang teman-teman ikhlas dan rela untuk kebersamaan ya dipersilakan," ungkap Ari.

Ari pun menormalisasi pemotongan tersebut. Ia mendapatkan informasi dari Siska maupun Yusuf kalau 'budaya' ini sudah berjalan lama. "Sebelum saya menjabat," katanya. "Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu," imbuh dia.

Potongan insentif itu pun berjalan. Kemudian dananya tidak hanya dipakai untuk menggaji pegawai non-ASN saja. Melainkan juga dipakai oleh Ari untuk menyetor uang ke Muhdlor melalui sopirnya, Achmad Masruri setiap bulannya sebesar Rp50 juta. Dalam sidang, Ari menyebut kalau setoran itu untuk pegawai atau pengawal bupati di pendopo.

"Karena untuk Walpri, mestinya Pak Bupati tidak pernah (menikmati)," kata Ari saat ditanya Muhdlor dalam persidangan.

Selain itu, Ari juga mengungkap kalau diimbau Muhdlor menyediakan suguhan dalam acara 1 Abad NU di Sidoarjo pada 7 Februari 2023 lalu. Ternyata, Ari memilih menggunakan uang potongan insentif untuk menyediakan 15 ribu nasi bungkus.

"Anggarannya sampai Rp300 juta diambil dari dana sedekah," kata Ari. Pemakaian dana itu karena Ari mengetahui kalau setiap triwulan mendapatkan uang Rp600 - Rp700 juta dari pemotongan insentif. "Itu yang dilaporkan Bu Siska ke saya," ucapnya.

Selain itu, Ari juga kerap memakai uang sedekah tersebut untuk 'menyelesaikan' beberapa permasalahan. Seperti ketika menyelesaikan permasalahan pajak barang belanjaan oleh-oleh Gus Muhdlor sepulang umrah yang tertahan di Bea Cukai. 

Nilai pajak itu sekitar Rp 26-27 juta. Ari pun mengaku berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut sebagai inisiatif pribadi. "Saya tahu dari ajudan bupati; Diksa. Kata dia, sudah berupaya komunikasi dengan Bea Cukai, makanya saya juga berupaya. Tagihan itu langsung dibayar Bu Siska. Iya saya yang punya inisiatif," katanya.

Saat dicecar oleh JPU KPK bahwa dana hasil pemotongan insentif tersebut juga dipakai Muhdlor untuk membiayai kampanye, Ari tak menampik hal tersebut. "Iya (dana untuk kampanye). Pak bupati cuma bilang; bisa dibantu tidak. Untuk kepentingan relawan," jelasnya.

JPU KPK, Andry Lesmana juga sudah mencatat kesaksian dari saksi mahkota. Ia menyebut bahwa memang ada permintaan uang Rp50 juta dari Muhdlor kepada Ari setiap bulannya. Uang itu diambil dari pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.

JPU, lanjut Andry, juga mendapatkan fakta bahwa uang hasil pemotongan insentif itu untuk mendanai kepentingan pribadi Muhdlor. Ditambah lagi ada kegiatan kampanye. "Kan ternyata memang ada dari hasil pemotongan bantuan bulanan dana tambahan Rp50 juta, dan kebutuhan lain seperti halnya untuk sumbangan kampanye Rp100 juta, ada juga untuk pajak, dan bisa dilihat di fakta sidang," katanya.

"Pajak Bea Cukai, soal umrah, nanti kita buat kesimpulan di fakta sidang, kan kata hakim itu, kita belum memeriksa Diksa, keterangannya seperti apa, nanti kita bandingkan pada Pak Ari," tambah dia.

"Kalau misalkan suatu hal ada kewajiban, kita melihat; itu barangnya siapa. Apakah barangnya Pak Ari. Nah itu barang kepunyaan Pak Bupati secara sadar harus tahu kewajibannya untuk melakukan pembayaran, apakah dia pernah tanya ke Diska; berapa biayanya," pungkas Andry.

Sebelumnya dalam dakwaan, Muhdlor diduga menerima pembagian uang dengan terdakwa Ari Suryono. Dengan rincian, terdakwa Muhdlor mendapat Rp1,46 miliar, sedangkan terdakwa Ari menerima sebesar Rp7,133 miliar.

Muhdlor dikenakan dakwaan pertama, karena melanggar Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU RI No 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Dakwaan Kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E Jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Sepeti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siska Wati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ardiansyah Fajar
EditorArdiansyah Fajar
Follow Us