Cuaca Ekstrem di Banyuwangi, Nyi Roro Kidul, dan Fenomena La Nina
Banyuwangi, IDN Times - Hujan deras disertai angin kencang dalam beberapa hari ini melanda sejumlah daerah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Angin kencang bahkan juga merusak beberapa rumah warga, merobohkan pohon hingga merusak tanaman petani. Di Banyuwangi, hampir setiap akhir tahun kondisi cuaca ekstrem seperti ini dipastikan terjadi. Biasanya, kondisi seperti ini terjadi menjelang perayaan tahun baru hingga akhir Januari mendatang.
Kondisi ini tentu saja bisa dijelaskan dengan kondisi ilmiah. Namun, bagi beberapa warga setempat, fenomena alam ini tak bisa dilepaskan dari kepercayaan tentang adanya sosok astral penunggu laut selatan.
1. Mitos penguasa Pantai Selatan
Menurut kepercayaan masyarakat, cuaca ekstrem ini tak lepas dari faktor magis yang mempengaruhi cuaca ekstrem yang selalu terjadi di pengujung tahun. Sejumlah masyarakat meyakini, ada sosok penguasa Pantai Selatan yang mengendalikan cuaca di wilayah perairan selatan Banyuwangi.
Berdasarkan mitos yang beredar, kepercayaan tersebut berkaitan dengan keberadaan Nyi Roro Kidul. Konon, di akhir tahun, sosok tersebut memiliki sebuah 'event' rutin bersih-bersih sampah.
"Maka biasanya terjadi bencana. Banjir misalnya, itu bertujuan untuk membersihkan sampah dari jalur sungai. Sekaligus mengembalikan benda-benda non alam kepada manusia lagi," kata Kusnomo, salah satu penghayat Kejawen di Banyuwangi, Senin (26/12/2022).
Kusnomo percaya, bencana adalah cara alam untuk mengembalikan fungsi mereka yang berubah. Dia yakin, cuaca ekstrem juga merupakan petunjuk dari Tuhan agar manusia lebih akrab untuk merawat alam." Ada atau tidak ada manusia, bencana akan tetap ada. Karena itu berdampak pada mahluk hidup maka disebut bencana. Tapi kalau tidak ada korban atau dampak, disebutnya fenomena," jelas Kusnomo.
2. Nelayan libur berlayar
Akibat cuaca ekstrem di pantai Selatan Banyuwangi saat ini, banyak nelayan yang memaksa libur melaut. Menurut salah satu nelayan, angin yang berhembus saat ini cukup kuat untuk membalikkan perahu kayu.
"Kencang, kalau naik perahu agak ke tengah kapal goyang. Bisa-bisa terbalik. Sementara sandar dulu sampai normal," ungkap Warsito, nelayan Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo.
Sementara ini, dirinya hanya bisa menangkap ikan dengan cara memancing di pinggiran pantai. Hasil tangkapan tersebut tidak untuk dijual, hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
3. BMKG menyebut kondisi ini tak lepas dari La Nina
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan cuaca ekstrem tidak berhubungan dengan mitos di masyarakat. Cuaca buruk biasa terjadi akibat fenomena pergantian musim yang terjadi.
Berdasarkan data BMKG, potensi cuaca buruk hampir merata melanda seluruh wilayah Banyuwangi. Kondisi alam ini juga diperkuat dengan atmosfer bumi yang tidak stabil. Di mana monsun Asia masih aktif dan juga fenomena La Nina.
"Karena pada bulan Desember hingga Januari ini, Banyuwangi memasuki puncak musim penghujan," kata Prakirawan BMKG Banyuwangi, Rezky P Hartiwi.
Dia menjelaskan, cuaca ekstrem di pantai Selatan Banyuwangi saat ini dipengaruhi oleh tekanan rendah yang terjadi. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi peningkatan pembentukan awan hujan.
"Dalam fase ini potensi gelombang tinggi bisa terjadi. Melihat kecepatan angin, diperkirakan bisa mencapai dua sampai empat meter," ujarnya.
Sebab itulah, para nelayan diimbau agar tidak nekat berlayar saat cuaca buruk terjadi. BMKG memperkirakan, kondisi cuaca buruk ini akan berlangsung hingga akhir Januari 2023 mendatang.
