Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ali Fauzi Sebut Garap Disertasi Lebih Sulit dari Merakit Bom

Mantan Napiter Bom Bali 1, Ali Fauzi saat wisuda di UMM. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Mantan Napiter Bom Bali 1, Ali Fauzi saat wisuda di UMM. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Malang, IDN Times - Mantan napi terorisme sekaligus pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali Fauzi kini jadi sorotan. Sebab, ia baru saja berhasil mendapatkan gelar doktor bidang Pendidikan Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Malang. Ternyata ada cerita naik turun ketika ia menempuh pendidikan S2 tersebut. Ia hampir mundur di tengah jalan karena prosesnya ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. 

1. Ali sebut lebih susah menggarap disertasi daripada merakit bom

Ilustrasi Detonator Bom (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Detonator Bom (IDN Times/Mardya Shakti)

Adik dari Amrozi ini mengatakan kalau lebih sulit merancang dan sidang disertasi daripada merakit bom. Pasalnya ia pernah menjadi kepala instruktur perakit bom. Ia sudah terbiasa dengan bubuk mesiu daripada jurnal-jurnal.

"Jujur bagi saya jauh lebih mudah (merakit bom) daripada menulis jurnal dan menyelesaikan disertasi. Soalnya saya ahli merakit (bom), bahkan satu kilo sampai satu kontainer (bom) itu hal biasa," bebernya saat menjalani wisuda di Dome UMM pada Selasa (21/02/2023).

Ali sempat bercerita ingin menyerah saat memasuki semester 4, pasalnya ia mendapat kesulitan saat harus proses pembuatan disertasi. Ia harus melakukan diskusi kemudian memasukkan semua pendapat dan argumen dari dosen ke dalam tesis. Ia akhirnya bisa menyelesaikan dalam waktu 3 tahun 5 bulan.

"Karena sangking repotnya, saya sampai kena vertigo karena terlalu sering untuk revisi. Itu merupakan pengalaman yang tak akan terlupakan," bebernya. 

2. Ia mengaku mendapat motivasi penuh dari dosen

Ilustrasi kampus UMM. (Dok. Humas UMM)
Ilustrasi kampus UMM. (Dok. Humas UMM)

Ali menjelaskan bahwa support dari para dosen, termasuk dosen pembimbingnya yang mampu membawanya meraih gelar doktoral. Para dosen juga menyayangkan seandainya ia harus menyerah di tengah jalan.

Seandainya tidak ada motivasi tersebut, ia pasti akan berhenti meskipun tinggal sedikit lagi tesisnya selesai. Ia merasa berhutang budi pada para dosen di UMM.

"Promotor saya bilang kalau ini sudah separuh jalan. Dia lalu bilang kalau saya berani perang, ngapain perang dengan tulisan saja takut. Karena kata-kata tersebut saya berfikir ulang, kemudian melanjutkan kembali (kuliah)," bebernya.

3. UMM menyelamatkan hidupnya

Ali Fauzi saat gowes bersama mantan narapidana terorisme. (IDN Times/Ashari Arief)
Ali Fauzi saat gowes bersama mantan narapidana terorisme. (IDN Times/Ashari Arief)

Ia menganggap kalau UMM telah menyelamatkan hidupnya yang dulu dibenci dan dibuang oleh masyarakat. Ia kini merasa dihargai dan berguna bagi masyarakat. Ia bahkan menyebut UMM sebagai rahim baru baginya.

Dari UMM ia melihat agama dari perspektif yang berbeda, memberikan jalan yang benar untuknya. Sehingga dirinya yang diru berpikiran sempit, keras, dan intoleran bisa menjadi lebih berpikiran terbuka dan berharap bagi masyarakat dan agama.

"Janji saya adalah agar ilmu yang saya dapat di UMM bisa diimplementasikan untuk membina mantan-mantan teroris yang saya bina. Segala yang saya dapat disini sangat saya banggakan," pungkasnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rizal Adhi Pratama
EditorRizal Adhi Pratama
Follow Us