Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Surabaya, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur melalui sekretarisnya, Muhammad Yunus mengimbau seluruh umat Islam untuk tidak mengucapkan selamat Natal kepada mereka yang merayakan. Sebab, tindakan tersebut berpotensi meretakkan akidah atau keimanan.
Selain itu, Yunus juga berpendapat, muslim yang memakai atribut Natal bukan merupakan bentuk toleransi. Apa dasarnya?
1. Ucapan selamat berarti mengakui bahwa Tuhan itu punya anak
Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman Menurut Yunus, ketika seorang muslim mengucapkan selamat Natal, sama saja muslim tersebut membenarkan bahwa Tuhan itu beranak.
“Dalam akidah Islam, Tuhan itu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Nah, Natal itu perayaan lahirnya anak tuhan. Itu kan berarti masuk ranah akidah. Makanya ketika kita (muslim) mengucapkan selamat Natal, sama saja kita mengakui hal itu (Tuhan berkembang biak),” kata Yunus di kantor MUI Jatim, Jumat (20/12).
Baca Juga: MUI Jatim Desak Komnas HAM Investigasi Isu Diskriminasi Etnis Uighur
2. Menyarankan perwakilan pemerintah yang seagama untuk mengucapkan selamat Natal
Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman Lantas, bagaimana hukumnya seorang pemimpin mengucapkan selamat Natal? Walaupun seorang muslim, mereka juga memiliki tugas untuk mengayomi seluruh masyarakat tanpa membedakan agamanya.
Menjawab pertanyaan tersebut, Yusuf menyarankan supaya pemerintah menunjuk pejabat yang seiman ketika ingin menyampaikan pernyataan selamat Natal.
“Kepemimpinan itu gak tunggal, gak perseorangan, ada sekretaris, ada strukturalnya. Kemenag misalnya, ada Binmas agama-agama lain. Kalau misal dia (Menteri Agama) hati-hati, dia akan memerintahkan Binmas agama lain yang merayakan Natal untuk mengcapkan selamat Natal,” papar dia.
3. Bagaimana hukumnya bagi Kepala Negara?
Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman Saat ditanya bagaimana jika selamat Natal diutarakan oleh Presiden atau Wakil Presiden, Yunus enggan memaparkan secara rinci. Menurutnya, dua orang tersebut memiliki pandangan tersendiri ketika mereka hendak mengucapkan selamat Natal.
“Saya kira mereka punya pertimbangan masing-masing ya. Karena mengucapkan selamat Natal ini bisa meretakkan akidah,” ungkapnya.
4. Imbau setiap muslim memahami toleransi dengan benar
Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman Dalam menyikapi perayaan agama lain, Yunus mengingatkan supaya seluruh muslim memahami makna toleransi dengan baik dan benar. Dia sempat mengutip penggalan ayat dalam surat Al-Kaafirun untuk mempertegas bagaimana cara Islam betoleransi.
“Dalam Islam ada bagimu agamamu, bagiku agamaku. Toleransi itu sepakat dalam akidah dan perbedaan masing-masing agama. Sehingga ketika orang tidak mengucapkan selamat natal dan tidak menggunakan atribut perayaan, itu tidak bisa disebut intoleran,” terang dia.
5. Anggap pemaksaan memakai atribut Natal bisa picu ormas lakukan sweeping
Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman Di sisi lain, menurut Yunus, penyebab terjadinya sweeping oleh sejumlah ormas-ormas Islam selama malam Natal adalah paksaan dalam penggunaan atribut keagamaan.
“Natal itu wilayah akidah yang gak bisa ditoleransi, itu adalah wilayah ritualitas agama. Kalau toleransi seperti itu dipahami dengan baik, tidak akan kita jumpai orang-orang muslim yang pakai atribut mereka, nantinya gak akan ada sweeping juga,” tambah Yunus.
Baca Juga: MUI Jatim Serukan Kunut Nazilah dan Infak Jumat untuk Etnis Uighur