TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

22 Persen Mahasiswanya Disebut Terpapar Radikalisme, Unej Buka Suara

Pemetaan dilakukan untuk agenda deradikalisasi

Kepala Humas Unej, Agung Purwanto, saat konferensi pers di Universitas Jember. IDN Times/Istimewa

Jember, IDN Times - Humas Universitas Negeri Jember memberikan penjelasan terkait data pemetaan tahun 2018 yang menyebut 22 persen mahasiwanya terpapar radikalisme.

Data tersebut sebelumnya disampaikan Ketua LP3M Universitas Jember, Akhmad Taufik saat Festival HAM di Kabupaten Jember yang menyebut pemetaan 22 persen hasil dari sampling 15.567 mahasiswa.

 

1. Untuk menjalankan agenda deradikalisasi

Kepala Humas Unej, Agung Purwanto, saat konferensi pers di Universitas Jember. IDN Times/Istimewa

 

Kepala Humas Universitas Jember, Agung Purwanto menjelaskan, penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui indikasi awal benih radikalisme. Namun, belum bisa dijadikan patokan persentase tersebut menunjukkan mahasiswa sudah memiliki pandangan radikal.

“Penelitian yang kemarin mencuat itu adalah pemetaan tahun 2017/2018 lalu, yang tujuan utamanya ingin mengetahui pemikiran mahasiswa kita terkait indikasi awal benih-benih radikalisme. Jadi bukan berarti 22 persen mahasiswa tadi terpapar atau sudah memiliki pandangan radikal, sama sekali bukan. Justru dengan adanya pemetaan tadi memberikan data bagi kami bagaimana menjalankan agenda deradikalisasi,” tegas Agung Purwanto, saat konferensi pers, Selasa (26/11).

2. Proses memilih dosen agama melibatkan lembaga kompeten

Ketua Tim Pemetaan Radikalisme Mahasiswa di Universitas Jember, Akhmad Munir (tengah), saat konferensi pers. IDN Times/Istimewa

 

Agung lantas mengimbau agar masyarakat tidak berlebihan menanggapi hasil pemetaan tersebut, mengingat hal itu merupakan mapping awal yang memang masih perlu ditindaklanjuti dengan pemetaan dan penelitian lanjutan.

Menurutnya, Universitas Jember akan tetap mengutamakan komunikasi dua arah dalam memberikan pemahaman Islam moderat, serta cara-cara persuasif yang konstruktif untuk menjalankan deradikalisasi di kampus.

Pihaknya juga menggandeng lembaga pemerintah, organisasi keagamaan dan lembaga lain yang berkompeten untuk mendapatkan rekomendasi pemilihan dosen agama.

"Kami melibatkan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama untuk memberikan rekomendasi dalam memilih dosen tersebut. Kemudian mempersiapkan kurikulum Mata Kuliah Umum yang mengandung materi pengembangan karakter, penanaman nasionalisme dan cinta tanah air, serta mengajak peserta didik untuk melihat permasalahan yang ada untuk kemudian bersama-sama mencari solusinya. Dosen juga aktif menjadi kawan diskusi, pendamping, bahkan teman curhat bagi mahasiswa terutama di masalah agama,” paparnya.

3. Pemetaan berbeda dengan survei

Ilustrasi lawan radikalisme. (IDN Times/Sukma Shakti)

 

Sementara itu, Ketua Tim Pemetaan Radikalisme Mahasiswa di Universitas Jember, Akhmad Munir, menambahkan, pemetaan berbeda dengan survei, di mana teknik sampling-nya diatur secara ilmiah. Pemetaan ini hampir sama dengan sensus yang mendata mahasiswa dengan mengisi kuesioner yang sudah disediakan.

Angka 22 persen, kata Munir, bukan mewakili dari keseluruhan total mahasiswa Universitas Jember, melainkan dari jumlah mahasiswa yang mengisi kuesioner.

“Hasil pemetaan ini pun tidak bisa begitu saja menjadi dasar generalisasi bahwa 22 persen mahasiswa kita yang mengisi kuesioner telah terpapar paham radikal. Sebab tujuannya ingin mengetahui secara dasar pemahaman keagamaan dan pemaknaan aspek teologis dan aspek politik mereka terkait konsep kepemimpinan dan kenegaraan. Jadi ibarat peta, kita tahu dimana kota Jember tapi tidak tahu apa saja isi kota Jember itu,” ujar Munir.

Baca Juga: Riset Tim LPM3, 22 Persen Mahasiswa Unej Terpapar Radikalisme

Berita Terkini Lainnya