Menakar Peluang Caleg Bermodal Cekak

Bisakah mereka membalikkan prediksi?

Surabaya, IDN Times - Abdul Aziz Rahmaddani Patty baru saja mengantar makanan pesanan dari pelanggan. Selepas itu, ia beristirahat sejenak sembari ngobrol dengan sesama pengemudi ojek online lain. Ia akan bergegas menyalakan motor lagi saat ada orderan masuk. Begitulah keseharian Aziz, seorang pengemudi ojek online. Namun, rutinitas itu bisa jadi akan berubah andai ia terpilih menjadi anggota legislatif. 

Tahun ini, ia telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya sebagai Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) DPRD Kota Surabaya dari Partai Buruh. Aziz harus bertarung dengan calon legislator di Daerah Pemilihan (Dapil) 2 Kota Surabaya yang meliputi Kecamatan Semampir, Tambaksari, Pabean Cantikan dan Kenjeran. 

Pria 41 tahun ini nekat mencalonkan diri hanya dengan modal doa dan keyakinan. Meski modalnya cekak, Aziz punya angan besar. Ia pengin menentukan kebijakan pemerintah, termasuk soal kesejahteraan pengemudi ojek online.

“Kami driver ojol memahami sekali perubahan yang terjadi mulai munculnya ojol sampai sekarang di Surabaya, paling tidak kita memiliki suara untuk menyampaikan aspirasi," ujarnya kepada IDN Times beberapa waktu lalu. "Yang mau saya bawa, visi misi Partai Buruh, menyejahterakan buruh, rakyat sejahtera, untuk lebih spesifiknya karena saya ojol, saya membantu mensejahterakan ojol," katanya menambahkan.

Bagi Aziz, modal politik tak melulu soal dana. Jaringan dan komunitas adalah kekuatan lain yang bisa digunakan dalam panggung politik.  

"Itu nilai plus dari komunitas ojek online. Dari situ, selain kita membahas masalah yang kita rembuk, artinya kan kita bisa menilai apa sih kebutuhan teman-teman," tutur dia. 

Strategi kampanyenya sederhana, ia hanya perlu datang ke berbagai komunitas ojek. "Yang pasti saya akan melakukan silaturahim dengan komunitas ojol, baik itu independen maupun yang memiliki komunitas, terutama di Dapil 2," ucap Aziz. 

Mimpi duduk di kursi parlemen juga datang dari seorang Satpam bernama Triyarso. Kader PDI Perjuangan ini sudah mendaftarkan dirinya sebagai Bacaleg DPRD Kota Surabaya pada Pemilu 2024. 

Berbeda dengan Aziz yang baru mendaftar sebagai bacaleg, pendaftaran Triyarso ke KPU pada 11 Mei 2023 lalu, merupakan yang ketiga kalinya sebagai Bacaleg PDI Perjuangan. Ia menjadi Bacaleg untuk daerah pemilihan 4  yang meliputi Kecamatan Wonokromo, Sawahan, jambangan, Gayungan, dan Sukomanunggal. Meski sudah dua kali gagal, ia belum kapok. Triyarso yakin 2024 adalah tahun baik baginya. 

"Saya ini kader partai, saya mendapatkan tugas. Ada proses pencalonan saya mau maju lagi, Insyaallah saya punya keyakinan, saya juga bekerja turun ke masyarakat," ungkapnya. 

Ia juga tak takut kembali kalah meski harus melawan rival dengan logistik yang mumpuni. Dengan dukungan orang-orang terdekat, ia yakin bisa melenggang ke parlemen.

"Itu berawal dari masyarakat, mulai awal saya maju itu, saya membantu masalah sosial , pembangunan kita mengawal, akhirnya masyarakat itu bilang ayo pak maju maneng (ayo pak maju lagi)," ungkap dia.

Pria 55 tahun ini tahu betul, maju sebagai calon anggota legislatif membutuhkan biaya tak sedikit. Namun ia yakin dirinya tak sendiri, ada banyak pihak yang siap mendukung dari sisi logistik.

"Kemarin itu ada kawan yang minta foto saya, terus bilang nanti dibuatkan stiker, pamflet, baliho. Terus ada juga ibu-ibu itu bantu buat souvernir. Dengan caleg lain saya gak minder, saya tiga kali nyaleg, saya bismillah saja, apakah semua paka duit, tapi kan bisa semua bisa melihatnya, konteks permasalahannya, saya gak minder, semua sambil berdoa," imbuhnya. 

Strategi kampanye Triyarso tak neko-neko. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ia akan datang dari pintu ke pintu mengunjungi satu per satu rumah warga. "Bismillah lah, warga menyertai saya dalam ini," ucap Triyarso. 

Aziz dan Triyarso merupakan segelintir dari sekian orang Bacaleg yang berangkat dari kalangan bawah. Bahkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surabaya Survey Center (SSC), dalam satu periode pencalegan biasanya ada sekitar 40 hingga 50 persen Bacaleg yang berasal dari akar rumput. 

Peneliti Senior SSC, Ikhsan Rosidi mengatakan, akar rumput yang dimaksud  adalah mereka yang membangun karir politik dari bawah, seperti memulai menjadi pengurus ranting atau anak cabang partai. 

“Akar rumput yang betul-betul berangkat dari bawah. Dan jangan lupa juga pada akhirnya setelah dia membangun karir politiknya dia itu bisa jadi elit juga, cuma elit yang dari akar rumput,” ujar Ikhsan. 

Dalam banyak penelitian yang dilakukan SSC, Caleg yang berasal dari akar rumput cenderung memiliki efek elektoral ke konsituen, karena betul-betul dari bawah serta memiliki akar atau pondasi yang kuat. Tak menutup kemungkinan orang-orang yang berasal dari latar belakang ekonomi bawah justru menjadi vote getter besar untuk partai. 

“Karena dia (caleg akar rumput) sudah populer di kalangan akar rumput, setidaknya di komunitas dia,” ungkap ikhas. 

Namun demkian, bukan berarti ketika mereka memiliki komunitas yang kuat, mereka berpotensi kuat juga untuk duduk di perlemen. Sebab dalam proses pencalegan ada berbagai macam faktor, mulai dari faktor logistik hingga popularitas. Caleg tak cukup hanya memiliki popularitas di komunitasnya namun juga didukung oleh logistik yang kuat. Bila caleg tak memiliki logistik maka harus didukung dengan tim pemenangan dari parpol yang kuat. 

“Pileg itu kan calonnya banyak, itu bisa ratusan caleg dengan masing-masing menawarkan program yang tidak jauh berbeda. Kemudian kan pendekatannya berbeda juga. Harus dilihat team work, timses, logistiknya kuat apa gak," terang dia. 

Aziz dan Triyarso juga dipastikan harus bekerja keras karena data SSC menyebut Caleg dengan modal cekak yang berhasil jumlahnya tak lebih dari 5 persen. 

“Itu tentu saja dia memang berangkat dari latar belakang komunitas yang kuat yang popularitassnya sangat tinggi. Tapi jumlahhnya tidak kurang dari 5 persen yang duduk di parlemen. Makanya untuk jadi (menang) itu harus dikemas sedemikian rupa,” jelas dia. 

Sebaliknya, ketika mereka sudah berhasil, para Caleg modal tipis ini akan cenderung bertahan lama di kursi legislatif. Data SSC menyebut jika 30 persen incumbent atau petahana yang kembali dipilih oleh rakyat adalah mereka yang berasal dari akar rumput. Ketika caleg ini berhasil duduk di parlemen, biasanya mereka akan jauh dari tindak pidana korupsi. Belum lagi logistik yang mereka keluarkan untuk tak terlalu tinggi. Sehingga, potensi korupsi pun minim. 

“Mereka biasanya tidak terlalu tergoda untuk melakukan tindak pidana korupsi atau hal semacamnya karena mereka terbiasa hidup yang apa adanya,” ungkap Ikhsan. 

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, Nur Syamsi menyebut ada 841 Bacaleg yang sudah mendaftar di KPU Surabaya. Namun KPU tak melakukan klasifikasi jenis pekerjaan mereka.

"Secara detail kami memang belum melakukan klasifikasi profesi bacaleg," ujar Syamsi. 

Syamsi menyebut, semua orang bisa mendaftar ke KPU asal memenuhi syarat pendidikan terakhir, yaitu SMA. Apapun pekerjaan mereka selama memenuhi syarat akan diporses oleh KPU. 

"Jika syarat-syarat administrasinya memenuhi itu ya mereka mempunyai hak untuk dipilih," jelas dia. "Hak untuk untuk memilih dan dipilih itu kan hak segala bangsa sepanjang syaratnya memenuhi," pungkas Syamsi. 

Baca Juga: Pileg 2024 Banyuwangi, Anak Muda Bukan Sekadar Aksesoris Politik

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya