TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perda Pengarustamaan Gender Kota Surabaya Resmi Disahkan

Mulai anggaran hingga implementasi harus responsif gender

IDN Times/Fitria Madia

Surabaya, IDN Times - Peraturan Daerah (Perda) Pengarusutamaan Gender (PUG) akhirnya disahkan. Melalui Perda ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya berharap Pemerintah Kota Surabaya dapat merancang hingga mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang responsif gender.

1. Berdasarkan Permendagri

IDN Times/Fitria Madia

 

Salah satu anggota Pansus PGU, Ibnu Shobir mengatakan bahwa diadakannya Perda PGU ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 15 tahun 2008 dan Permendagri nomor 4 tahun 2014. Pada Perda ini Pemkot diatur agar dapat merencanakan hingga melaksanakan kebijakan tanpa mengesampingkan perihal gender.

"Nanti bentuknya di Pemkot adalah adanya Pokja. Kemudian ada badan namanya vocal point di OPD-OPD yang intinya adalah setiap kebijakan apa pun yang dibuat Pemkot harus responsif gender," ujarnya di Kantor DPRD Surabaya, Selasa (13/8).

2. Responsif gender untuk laki-laki dan perempuan

IDN Times/Fitria Madia

 

Responsif gender yang dimaksud oleh Shobir adalah pengakomodasian kepentingan gender baik laki-laki maupun perempuan baik dalam perancangan anggaran maupun sasaran kebijakan. Ia juga menekankan bahwa responsif gender bukan hanya untuk kepentingan perempuan namun juga laki-laki.

"Misalnya ada anggaran pelatihan. Itu diberikan kepada siapa? Maka jumlah laki-laki dan perempuan harus seimbang sesuai proporsi dan kondisi masing-masing," imbuhnya.

Baca Juga: 5 Negara ini Mampu Tingkatkan Kesetaraan Gender di Dunia Kerja

3. Surabaya diklaim sudah responsif gender

IDN Times/Fitria Madia

 

Shobir menambahkan bahwa sebenarnya Surabaya sudah mendapat apresiasi dari pemerintah pusat atas kebijakan yang sudah dianggap responsif gender. Namun Pemkot Surabaya masih belum memiliki landasan hukum atas kebijakan tersebut.

"Ada 2 permasalahan Kota Surabaya yaitu tidak punya Perda dan kurang inovasi dan implementasi dari kebijakan-kebijakan yang responsif gender," terangnya.

Namun dalam pelaksanaannya, Shobir memberikan beberapa catatan kepada Pemkot Surabaya agar Perda PUG ini tidak menjadi salah tafsir di kalangan masyarakat.

"Misalnya, jangan sampai pelaksanaan Perda PUG ini dalam implementasinya terjadi bias gender, kemudian terjadi ditafsirkan lain misalnya menjadi peluang bagi orang-orang tertentu untuk mendorong legalitas LGBT, penyimpangan seksual, dan seterusnya, pelanggaran norma agama, norma ketimuran, apalagi melanggar Pancasila," sebutnya.

Baca Juga: 3 Jenis Gender Selain Pria dan Wanita yang Diakui Suku Bugis

Berita Terkini Lainnya