TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Risma Sebut Surabaya Zona Hijau, Benarkah?

Ternyata bukan angka kesembuhan indikatornya

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat memberangkatkan mahasiswa relawan COVID-19, Senin (3/8/2020). Dok Humas Pemkot Surabaya

Surabaya, IDN Times - Polemik status warna zona Kota Surabaya masih terjadi. Hal ini dipicu oleh penyataan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini kalau kotanya sudah berstatus zona hijau. Dalam rilis resminya pada Sabtu (1/8/2020), tertulis salah satu indikatornya ialah penurunan tingkat penularan dan angka kesembuhan yang meningkat pesat.

Berdasarkan website lawancovid-19.surabaya.go.id, jumlah terkonfirmasi positif COVID-19 di Surabaya mencapai 8.980 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 5.597 (62,32) persen orang dinyatakan sembuh, 787 (8,85 persen) orang dilaporkan meninggal dunia dan 2.596 pasien (28,90 persen) masih dirawat. Data tersebut terakhir diperbarui pada Senin (3/8/2020).

1. Angka kesembuhan bukan indikator prestasi maupun penentuan zona

Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), dr. Windhu Purnomo menilai salah kaprah apabila status zona hanya merujuk pada tingkat kesembuhan saja. Menurutnya, kesembuhan hanyalah proses di hilir yaitu pengobatan di rumah sakit.

"Jadi itu (kesembuhan) hanya nunggu saja, bukan prestasi penurunan penularan" tegasnya.

2. Yang seharusnya diukur adalah penurunan kematian

Ilustrasi virus corona. IDN Times/Arief Rahmat

Menurutnya, salah satu indikator utama adalah angka kematian. Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah pencegahan penularan. Apabila sudah dicegah dan penularannya terputus, maka otomatis angka kematian akan turun dan kesembuhan bisa naik.

"Kesembuhan itu kan 100 persen dikurangi kematian. Nanti di akhir pandemi kalau kematian (di Surabaya) tetap bertahan 8 persen, nanti 92 persen kesembuhannya. Ini tinggal nunggu. Bukan sebuah prestasi," jelasnya.

"Prestasi itu penurunan kematian. Kesembuhan hanya soal administratif. Dulu kenapa kecil kesembuhannya? Karena untuk dinyatakan sembuh harus PCR dua kali negatif. Sekarang tidak. Kalau positif tanpa gejala malah tanpa PCR. Pokoknya isolasi dua minggu selesai," dia menambahkan.

Baca Juga: Risma Klaim Surabaya Zona Hijau, Khofifah: Bukan Kewenangan Pemda

3. Jika mengacu pada standar WHO, kematian seharusnya berada di bawah dua persen

Pasien meninggal dunia diangkat untuk proses pemakaman COVID-19. Dok.IDN Times/bt

Maka, lanjut Windhu, kesembuhan tidak perlu terlalu ditonjolkan pemerintah. Karena hal ini akan ikut secara otomatis naik, apabila bisa menurunkan kematian. Dia mengingatkan target organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa persentase kematian di bawah dua persen.

"Jadi otomatis target kesembuhan 98 persen. Kalau sekarang kesembuhan 60 sekian persen meskipun sudah bagus kan masih jauh dari 98 persen," bebernya.

"Yang penting adalah menurunkan kematian. Itu akan berakhir jika penularan dari atas terputus. Caranya bagaimana mendisiplinkan warga mematuhi protokol kesehatan. Kalau itu gagal, maka yang terus aja rumah sakit kewalahan. Kematian meningkat," dia melanjutkan.

Baca Juga: Simulasi Boleh, Sekolah di Surabaya Jangan Buka Dulu

Berita Terkini Lainnya