TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aliansi Mahasiswa Papua, Berburu Keadilan di Kota Pahlawan

Kecewa dengan pemerintah, mereka pekikkan 'merdeka'

IDN Times/Fitria Madia

Surabaya, IDN Times - Kota Pahlawan yang tenang tiba-tiba digaduhkan dengan pekik "Merdeka", Ahad (2/12). Teriakan tersebut diulang-ulang di sekitar Monumen Kapal Selam, Jalan Pemuda Surabaya. Pekikan dari ratusan pemuda yang menyebut dirinya Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) mulai membuat resah para pengguna jalan dan warga Surabaya. Pasalnya, kata merdeka yang mereka gelorakan dianggap merujuk pada Papua.

Hal ini pun menyulut emosi organisasi masyarakat (ormas) di Surabaya. Tanpa banyak bicara, para anggota Pemuda Pancasila langsung menghadang aksi tersebut. Kepolisian dari Polrestabes Surabaya pun turun tangan untuk meredakan gesekan tersebut.

Sayangnya, polisi yang mencoba membubarkan massa aksi justru sempat terlibat bentrok. Dua polisi, satu linmas dan satu satpol pp terluka atas kejadian ini. Bentrokan tak hanya terjadi antara polisi dengan AMP. Pemuda Pancasila pun terlibat perselisihan dengan AMP.  Dari sinilah kemudian terdapat banyak versi tentang muasal kejadian. Aksi yang tadinya direncanakan menuju Gedung Negara Grahadi Jawa Timur pun berhenti.










1. AMP aksi Papua Merdeka sempat dibawa ke Mapolrestabes Surabaya

Dok. IDN Times/Istimewa

Usai adanya perselisihan, ada informasi yang menyatakan bahwa massa aksi AMP diangkut oleh polisi ke Mapolrestabes Surabaya. Hal itu pun dibenarkan oleh Kasat Reskrim, AKBP Sudamiran. Mereka dibawa menggunakan beberapa truk polisi dari Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan No.10 Surabaya. "Ya benar. Jam 01.30 WIB, Minggu (2/12)," ujarnya kepada IDN Times.

Saat ditanya ada berapa orang yang dibawa ke Mapolrestabes Surabaya, pihak Polrestabes memastikan ada ratusan orang. Pengangkutan tersebut berlangsung cepat. "Ada 233 orang dibawa dari asrama (mahasiswa Papua) ke Mapolrestabes," kata Sudamiran.

2. AMP yang berunjuk rasa di Surabaya tergabung dari berbagai kampus

IDN Times/Fitria Madia

Setelah diperiksa, kepolisian mempersilakan para mahasiswa untuk kembali ke asalnya. Dari informasi yang dihimpun oleh IDN Times, mereka tidak hanya mahasiswa Papua yang kuliah di Surabaya. Ternyata, unjuk rasa tersebut diikuti peserta dari berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Solo, Malang hingga Bali.

Dari Mapolrestabes, mereka dikirim kembali ke Asrama Mahasiswa Papua untuk mengambil barangnya. Selanjutnya, mereka diantar menggunakan bus ke Terminal Purabaya, Bungurasih Sidoarjo sebelum dipulangkan ke daerah asal.

3. Mereka menolak bantuan bus dari Pemkot

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Memulangkan mereka ke daerah asal ternyata tak menyelsaikan masalah. Masalah timbul saat para mahasiswa menolak bantuan bus yang diberikan oleh Pemkot di Terminal Purabaya. Bahkan, kedatangan salah satu negosiator dari Polresta Sidoarjo pun mereka tolak. 

Tak hanya kepada negosiator. Mereka nampaknya sudah kadung risih dengan orang di luar komunitas. Ketika IDN Times mencoba meminta kesempatan wawancara, seorang perempuan menghampiri dan bertanya maksud kedatangan kami. Tak cukup di situ, ia bahkan meminta identitas. Tak berselang lama, beberapa pria dengan rambut gimbal dan brewok khas pemuda Papua yang sangar juga datang dan mengerubungi.

Meski mencoba membujuk beberapa kali untuk melakukan wawancara, mereka tetap bergeming. Mereka malah meminta agar media menunggu kuasa hukumnya, Veronica Koman. "Sana kamu jauh-jauh dari sini. Jangan ke sini," ucap salah satu anggota AMP. 

4. Aksi AMP untuk Papua Merdeka karena merasa pemerintah tidak adil

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Tak berselang lama, Kuasa Hukum AMP, Veronica pun datang pukul 22.15 WIB. Dia mulai menjelaskan akar permasalahan terkait aksi AMP di Surabaya. Menurutnya, aksi tersebut dilakukan karena akar konflik di Papua belum selesai.

"Pemerintah melakukan pendekatan yang salah. Mereka menggunakan infrastruktur dan pembangunan. Padahal bukan itu. Ini masih terkait akar sejarah 1960 antara Papua dan Indonesia," katanya.

Vero, panggilan akrabnya, juga menyebut pemerintah memilih jalan putar terkait konflik itu. Dia menyampaikan kalau masyarakat Papua masih merasa pemerintah banyak wacana dan belum memberi keadilan di tanah Cendrawasih. "Meskipun pemerintah bangun gedung tertinggi di dunia di Papua sana, kalau pendekatannya seperti itu tidak menyelesaikan masalah," tegasnya.

5. AMP klaim ada 16 mahasiswa terluka, Polda Jatim klaim ada 2 polisi luka

Dok. IDN Times/Istimewa

Terkait aksi di Surabaya, lanjut Vero, sebenarnya AMP telah menyusunnya dengan tertib. Dia menilai kericuhan terjadi karena adanya ormas yang coba ikut menghadang. "Ya ada ormas itu jadinya ricuh. Ada 16 luka, 3 di antaranya bocor di kepala. Mereka (ormas) gunakan bambu runcing dan batu," terangnya.

Sebelumnya, hal yang berbeda disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera. Dia menyatakan tidak benar kalau ada AMP yang terluka dan terlibat bentrok. "Polda Jatim melakukan pengecekan tidak ada yang luka. Kami nyatakan tidak ada tindakan anarkis walau pun ada dua polisi luka, satu linmas dan satu Satpol PP," tegasnya.

Baca Juga: Ricuh Mahasiswa Papua, Soekarwo Usul Asrama Bhineka Tunggal Ika

6. Pemilihan Surabaya dianggap karena variasi

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Vero juga membeberkan alasan kenapa AMP memilih aksi di Surabaya dan tidak di Jakarta yang notabene Ibu Kota.

"Sudah sering (aksi) Papua Merdeka. Indonesia tidak mau mendengar malah sok tau. Ya mungkin variasi (memilih Surabaya)," bebernya.

Meski membawa misi perjuangan, sayangnya aksi itu tak dipahami secara mendetail oleh semua peserta. AMP asal Bali, Faldo misalnya. Ia mengaku tidak tahu menahu detail aksi yang dilakukannya kenapa memilih Surabaya. Dia mengaku hanya diundang. "Saya tidak berhak mengatakan kenapa aksi di sini (Surabaya). Karena saya datang diundang saja. Ada koordinatornya. Dia naik pesawat," jelasnya.

Baca Juga: Dikabarkan Hilang, Begini Pengakuan Dua Mahasiswa Massa Aksi Papua

Berita Terkini Lainnya