3 Pertimbangan Hakim Vonis Bebas Terdakwa Polisi Kasus Kanjuruhan
Bikin istighfar!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Tiga orang polisi terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan telah menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/3/2023). Ketiganya mendapatkan vonis sangat ringan. Bahkan dua polisi di antaranya divonis bebas.
Eks Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarmawan divonis pidana penjara 1,5 tahun, eks Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi dan eks Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas.
IDN Times mencatat ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim Abu Achmad Sidqi Amsya, Mangapul dan I Ketut Imiarsa menjatuhkan vonis tersebut kepada para polisi.
Baca Juga: Curhat Keluarga Korban Kanjuruhan, Ratusan Nyawa Tak Ada Harganya
1. Dalam putusan Hasdarmawan, suporter disebut jadi pemicu tembakan gas air mata
Saat membacakan amar putusan milik Hasdarmawan, hakim membeberkan bahan pertimbangan kalau penembakan gas air mata dipicu ulah suporter yang turun ke lapangan setelah peluit akhir pertandingan. Hakim menyebut kalau tembakan diarahkan ke shuttle ban dan tribun suporter.
"Menimbang bahwa, terdakwa Hasdarmawan memerintahkan pasukannya menembakkan gas air mata ke arah shuttle ban dan tribun dengan tujuan mengurai dan agar suporter segera meninggalkan stadion. Perbuatan terdakwa dibenarkan para saksi dan terdakwa lain," ujar hakim Abu dalam amar putusannya.
Akibat tembakan tersebut asap dari gas air mata menimbulkan asap di Tribun 13 dan sekitarnya. Menimbulkan mata pedih penonton atau suporter. Kemudian menyebabkan kepanikan suporter, lalu suporter berusaha keluar dari pintu masuk stadion. Yang berakibat pada berebut agar bisa keluar dari stadion.
Perbuatan tersebut mengakibatkan banyak suporter mengalami luka ringan, luka berat, hingga meninggal dunia. Perbuatan terdakwa membuat penonton panik dan penonton berdesakan karena berusaha menyelamatkan diri. Padahal, semestinya bisa memprediksi efek yang diakibatkan dengan menembakkan gas air mata itu hingga menimbulkan korban luka hingga meninggal dunia.
"Terdakwa seharusnya bisa bersikap lebih tenang dan yang oleh pasukannya ditembakkan ke arah shuttle ban dan tribun yang padahal banyak terdapat suporter wanita dan anak-anak. Perbuatan tersebut berlebihan dan melampaui batas," kata Abu.
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas maka disimpulkan bahwa terdakwa kurang menduga-duga, kurang memperhitungkan, dan kurang memprediksi efek yang ditimbulkan dari penembakkan gas air mata. Unsur kealphaannya menyebabkan orang lain luka hingga meninggal dunia telah terpenuhi.
Kendati begitu, majelis hakim masih ada hal yang meringankan untuk memaklumi perbuatan terdakwa Hasdarmawan. Hakim menyebut bahwa kejadian dipicu perbuatan suporter turun dari tribun, terdakwa bermaksud menyelamatkan pemain dan ofisial tim, terdakwa mengabdi pada negara sebagai polisi, selama sidang terdakwa tegas tidak berbelit dan belum pernah dipidana.
Kemudian hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa menimbulkan trauma bagi suporter yang mengalami luka dan meninggal dunia. Atas dasar itulah, Hasdarmawan divonis majelis hakim dengan pidana penjara 1,5 tahun. Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pilih pikir-pikir dengan vonis hakim.
Putusan majelis halim sangat jauh dari tuntutan. Sebelumnya, terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pidana penjara tiga tahun. Tuntutan ini merujuk pada pelanggaran tiga pasal. Yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP.
Baca Juga: Eks Polisi di Kanjuruhan Bebas, Amnesty: Ini Tak Adil Bagi Korban