TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Napas Ngos-ngosan Peternak Sapi Perah dari Ngabab  

Peternak sapi tak berkutik menghadapi wabah PMK  

Ilustrasi ternak sapi. Dok/Humas UMM

Malang, IDN Times - Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) membuat banyak peternak merugi. Tak sedikit dari mereka yang bahkan harus kehilangan ternaknya. Ada yang kehilangan ternak karena mati, tetapi juga ada yang terpaksa menjualnya lantaran tak memiliki biaya untuk perawatan. Salah satunya seperti yang terjadi di Desa Ngabab, Pujon, Kabupaten Malang, salah satu sentra ternak sapi perah. 

1. Wabah PMK mulai menyerang akhir Mei

Beberapa sapi milik peternak di kawasan Sanan, Kota Malang yang terindikasi terinfeksi PMK. IDN Times/Alfi Ramadana

Anang Wahyudi, salah satu peternak yang terdampak menceritakan bahwa PMK mulai masuk kawasan Ngabab pada akhir Mei lalu. Saat itu, satu per satu sapi milik peternak terpapar PMK. Meskipun sudah berupaya melakukan pencegahan, tetapi semua sapi yang ada di Desa Ngabab, Pujon tetap terpapar PMK. Ternak sapi secara bergiliran terinfeksi PMK. 

"Pencegahan sebenarnya sudah dilakukan. Tetapi tetap saja ketika akhir Mei ada sapi yang kena, tidak pakai hitungan minggu, penyebarannya sangat cepat dan semua kena secara bergantian," urainya Jumat (8/7/2022). 

2. Produksi susu langsung menurun drastis

Harga sapi tahun ini cenderung mengalami penurunan. IDN Times/ Alfi Ramadana

Anang menambahkan bahwa proses sapi terkena PMK sangat cepat. Saat awal terinfeksi, sapi bakal terlihat gelisah dan tak mau makan. Kemudian keesokan harinya dari mulut sapi keluar semacam lendir. Setelah itu mulut sapi melepuh diikuti dengan kuku juga. Jika sudah seperti itu, maka sapi sudah tidak bisa produktif lagi menghasilkan susu. Anang menyebut bahwa sebelum terkena PMK, sapi-sapi miliknya mampu menghasilkan hingga 30-35 liter susu.

"Tapi ketika kena, saat diperah, kami hanya mendapatkan dua liter susu saja. Menurunnya sangat jauh sekali, karena memang sapi tidak mau makan dan minum," katanya. 

3. Tidak ada arahan petunjuk dari dinas terkait

Elmmi Nafi' tahun ini sudah menjual lebih dari 100 ekor sapi kurban. IDN Times/ Alfi Ramadana

Meski sempat mendapat petunjuk pencegahan, Anang mengakui ketika PMK mulai menyebar luas di Desa Ngabab, para peternak kesulitan lantaran tidak ada petunjuk teknis perawatan sapi yang sakit. Para peternak akhirnya melakukan inisiatif sendiri dengan melakukan perawatan sebisanya. Seperti dengan memberikan kamu tradisional pada sapi. Juga memberikan obat-obatan seperti yang biasa dikonsumsi manusia ketika sakit. Karena memang petani tidak memiliki rujukan pasti untuk perawatan sapi sakit.

"Karena petugas kesehatannya juga terbatas. Jadi para peternak ini berinisiatif sendiri. Sampai cukup banyak yang mati juga karena terlambat ditangani. Kalau di Ngabab itu populasinya ada sekitar 2.400 ekor dan saat kemarin PMK itu tiap hari selalu ada sapi yang mati 4-5 ekor," jelasnya. 

4. Kemampuan ekonomi peternak menurun drastis

Peternak sedang menyuapi sapi yang sakit di Sanan, Kota Malang. IDN Times/Alfi Ramadana

Lantaran hal tersebut, Anang mengakui bahwa kemampuan ekonomi dari para peternak juga menurun drastis. Terlebih sebagian besar warga Desa Ngabab memang menggantungkan hidupnya dari hasil susu sapi perah. Ketika produksi susu menurun, maka hal itu juga mempengaruhi pemasukan masyarakat. Malahan tak sedikit dari masyarakat yang terpaksa menguras tabungannya untuk menyambung hidup dan mengobati ternak mereka yang sakit. Karena memang di Desa Ngabab kebanyakan memang peternak rumahan yang hanya memiliki beberapa ekor sapi saja.

"Kalau yang punya tabungan, ya itu dipakai dulu. Beberapa peternak yang takut juga memilih menjual sapinya. Tapi harga sapi juga menurun jauh," tambahnya. 

Verified Writer

Alfi Ramadana

Menulis adalah cara untuk mengekspresikan pemikiran

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya