Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan Romantis

Di balik ketegasannya, Bung Tomo punya berbagai sisi lain

Surabaya, IDN Times - “Sekarang saya tunggu di Gramedia lantai 2 yang di Jalan Basuki Rahmat ya,” ujar Bambang Sulistomo kepadaku, Rabu 7 November 2018 lalu. Selang 15 menit, akhirnya aku bertemu dengannya di Gramedia Library Cafe. Aku sangat antusias untuk bertemu dengannya. Bagaimana tidak, dia adalah putra dari pahlawan kelahiran Surabaya, dia adalah titisan darah dari sosok pria yang menjadi komandan arek-arek Suroboyo dalam pertempuran 10 November 1945. Ya, Bambang adalah anak kandung dari Sutomo alias Bung Tomo.

“Silakan duduk, ayo apa yang ingin saya ceritakan,” ujar Bambang. Perawakannya sangat sederhana. Mengenakan pakaian hijau, suaranya masih sangat lantang untuk seseorang yang telah berusia 68 tahun. “Mas affogatonya satu lagi ya,” pinta dia kepada sang barista. Tidak butuh waktu lama, espresso dengan campuran alpukat dan es krim itu pun tiba di hadapan kami. 

Affogato menjadi penanda bahwa obrolan kami siap dimulai. Kurang lebih selama satu jam kami bercengkrama. Obrolan kami telah kehilangan arah. Kami bercerita dari hobi Bung Tomo hingga kisah mistis selama perang gerilya. Ia mengisahkannya begitu detail, seakan tidak ada satupun kenangan yang tercecer oleh zaman. Sebagai millenial yang mengetahui Bung Tomo sebatas dari film atau buku sejarah, segala cerita yang disampaikan Bambang terasa begitu nyata. “Lihat nih, saya kalau cerita bapak pasti merinding bulu kuduk saya,” katanya. 

Sebagai seorang pahlawan, kisah Bung Tomo telah dirangkum banyak kalangan, bahkan sudah ada filmnya. Karena itu, aku memiliki pertanyaan lain kepada Bambang, “Kalau almarhum (Bung Tomo) sebagai seorang ayah dan suami bagaimana sih pak?” tanyaku dengan penuh rasa penasaran. 

Lantas, apa saja sih isi pembicaraan kami? Yuk simak wawancara IDN Times Bersama Bambang Sulistomo, putra kedua sekaligus satu-satunya anak lelaki Bung Tomo.

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisIDN Times/Sukma Shakti

Anda melihat sosok Bung Tomo sebagai ayah seperti apa?

Kami dibiasakan oleh bapak hidup sederhana. Saya gak boleh pakai fasilitas bapak yang digunakan untuk cari rezeki. Bapak kan pensiunan tentara, pendiri TNI sejak 1947, tapi bapak selalu bilang jangan gunakan macam-cama jabatan bapak untuk saya mencari objekan (proyek). 

Demi memegang prinsipnya itu, bapak menopang hidupnya dengan beternak ayam di belakang rumah (di Jakarta). Itu waktu zaman Bung Karno kira-kira, saya masih SMP. Setiap pagi bapak ambil telurnya, paling sehari sekilo. Itu bapak sendiri yang nawarin ke tetangga ke supermarket di daerah Menteng. Ya syukurnya mereka mau aja, padahal cuma sekilo.

Kalau hal yang paling Anda ingat dari Bung Tomo apa?

Bapak itu suka ngelucu orangnya. Kadang saya sampai bingung ini bapak lagi serius atau lagi bercanda ha-ha. Ada satu cerita ketika tahun 1974 saya mau ditahan di eranya Soeharto. Datang petugas TNI ke rumah. Petugas bilang ke bapak mau ambil saudara saya.

Setelah tanya kelengkapan berkas, bapak bilang, “Ya sudah, bawa aja ini,”. Dalam hati saya, ini orang seenaknya aja main langsung ambil saja ha-ha. Tapi kata bapak, “Dia sudah besar, yang penting saya tahu siapa yang bawa,”. Dia sama sekali gak telepon komandan, gak telepon presiden, jadi benar-benar gak menggunakan fasilitas negara.

Oh berarti Bung Tomo itu sosok yang humoris, ada gak cerita lucu yang pernah Bung Tomo sampaikan ke Anda?

Waktu itu pernah bapak naik bus ke kampus. Jadi bapak kan diledek, Pejuang 45 gak bisa apa-apa setelah perang. Akhirnya bapak kuliah lagi ambil Ekonomi UI. Nah pas ke kampus naik bus kota, bapak duduk tuh. 

Ada ibu-ibu yang bilang, di situ bapak gak dikenal sama orang-orang  “Pak tolong dong pak ini cucu saya mau duduk,”. Bapak nanya balik, “Lho cucunya, bukan ibu?”. “Gak, biar cucu saya aja pak,”. 

Nah bapak bilang, “Ya sudah kalau gitu cucunya saya pangku aja”. Itu dipangku sama bapak sampai Taman Suropati sampe dia turun. Buat saya bapak itu selain humoris juga humanis sekali.

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisIDN Times/Vanny El Rahman

Meski humoris, Bung Tomo juga dikenal tegas, beliau pernah marah kepada Anda?

Ya marah pernah, cuma kalua orangtua marah ya biasa aja. Kalau marah gak sampai mukul bapak, gak pernah nempeleng. Tapi bapak akan selalu memberikan kesempatan kepada kami untuk membela diri. Jadi bapak nanya kenapa kamu gitu, saya gini-gini. Bapak demokratis banget, hebat.

Tapi pernah dihukum sama Bung Tomo?

Wah macem-macem, disuruh hitung beras. Bapak ambil beras, “Duduk hitung berasnya!,” begitu kata bapak. Terus saya disuruh nulis, saya tidak akan mengulangi perbuatan ini, itu ditulis 100-200 kali. Bayangin aja hitung beras.

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisIDN Times/Vanny El Rahman

Bapak punya kelakuan unik gak bersama keluarganya?

Kalau kami liburan ke Malang, kami kan punya mobil yang sekarang di Museum Tugu Pahlawan. Itu kami kalau pulang ke Malang bapak-ibu nyetir sendiri. Setiap lewat Taman Makam Pahlawan, kami semua disuruh turun untuk hormat.

Bapak akan selalu bilang, “Mereka itu sudah berjuang dan gugur, kamu harus hormati mereka dan doakan mereka,”. Kadang-kadang kami juga berhenti saat melintas tugu pahlawan, kami hormat dari seberang jalan. Kadang juga gak berhenti. Tapi dari mobil, kami sudah paham. Jadi kalau lewat Taman Makam Pahlawan, salah satu dari kami ada yang teriak di mobil, makaamm pahlawaaannn, hormaaatt ha-ha.

Saya baca di buku “Bung Tomo, Suamiku” almarhum sangat sayang sama istrinya, bagaimana anda melihat hubungan mereka berdua?

Waduh pokoknya kalau bapak ada undangan keluar negeri, atau kalau ada rezeki sedikit ke mana-mana, pasti ngajak ibu. Gak pernah pergi sendirian. Bapak akan usaha supaya ibu ikut, entah pinjem temen, pinjem di mana aja pokoknya. Dan, bapak gak pernah pakai fasilitas negara juga kalau mau ajak ibu.

Bung Tomo orangnya setia ya?

Ha-ha, Bapak sampai bernah tengkar dengan Bung Karno gara-gara masalah perempuan. Bapak gak mau Bung Karno menikahi lagi dengan wanita asal Semarang yang sudah punya suami. 

Bapak juga pernah dikerjain sama teman-temannya, mereka cerita ke saya. Bapak kalau keluar kota, gak mau ngapa-ngapain (sama cewek lain). Itu dites samaa temennya, kurang ajar ya. Mereka cerita ke saya kalau bapak itu benar-benar one woman policy, setia sekali. Bapak itu orangnya cemburuan, karena memang ibu itu cantik, cantik banget.

Selain cerita lucu dan kesetiannya, pernah gak Bung Tomo cerita ketika perang gerilya?

Sering, salah satu yang saya ingat pada saat dia dikepung oleh tentara Belanda. Kemudian menjatuhkan diri ke Jurang. Kalau bapak bilang itu tingginya tiga kali pohon kelapa.

Untungnya bapak nyangkut di tengah-tengah jurang. Nah bapak di situ cerita kalau dia tiba-tiba mendengar suara prok prok prok. Bapak lihat sorotan lampu, terus bapak lihat kereta kencana terbang di atas langit. 

Itu kaget juga bapak, sambil doa-doa dia. Untungnya bapak gak diajak naik bareng. Pas pagi harinya bapak ditolongin, nah warga situ percaya itu sebagai perwujudan Nyi Roro Kidul. Waktu itu di daerah Tawangmangu.

Hobi Bung Tomo apa?

Mancing ikan. Saya gak tau ya kenapa, tapi waktu pensiun bapak sering ngajak kita mancing di Tanjung Priok. Dulu di tempat PT Gaya Motor, itu kami bisa masuk pelabuhan dengan pass tertentu. 

Nah, di situ ada tempat yang banyak ikannya, itu di laut. Kami mancing dari siang sampe sore, ibu bawa makanan sendiri. Ibu masak dari rumah, jadi kami bawa tikar. Kalau mancing bapak selalu ngelihat ke laut. 

Makanan kesukaan Bung Tomo apa?

Bapak suka semua masakannya ibu. Ibu suka bikin sop. Suka telor dadar yang dicampur-campur. Ibu juga pintar masak rawon.

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisIDN Times/Sukma Shakti

Baca Juga: Rumah Radio Bung Tomo Diratakan dengan Tanah, Inikah Cara Kita Menghargai Jasa Pahlawan?

Kalau sisi lain tentang Bung Tomo yang orang jarang tahu ada gak?

Bapak pernah ditahan oleh Soharto ditempatkan di Rumah Tahanan Nirbaya di dekat Taman Mini. Nah, setiap 17 Agustus, bapak bersama tahanan politik zaman orba lainnya selalu nangis. Mereka bilang Bung Tomo cengeng. Setiap kali mengibarkan bendera 17 Agustus Bung Tomo cengeng.

Bung Tomo pernah bermasalah dengan Soekarno dan dan dipenjara oleh Soeharto karena mengkritik rezim, kenapa beliau begitu gigih mempertahankan prinsipnya?

Karena bapak selalu ingat bebannya mengajak orang untuk gugur. Bayangin aja, bapak ajak orang berperang tanpa senjata, cuma pakai bambu runcing, golok, ada satu dua granat, pas dilempar gak meledak karena tidak tahu cara pakainya. 

Bapak tiap hari orasi di radio, orang berbondong-bondong dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, datang untuk berperang. Bapak selalu ingat itu dan itu yang membuat bapak memegang prinsipnya. Bapak gak mau perjuangan rekan-rekannya sia-sia

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisIDN Times/Vanny El Rahman

Ada gak harapan bapak yang belum tercapai?

Gak ada, dia gak ada keinginan apa-apa orangnya. Bapak itu sama Bung Karno sudah seperti saudara, ke mana-mana selalu diajak. Kalau sama Bung Harto, sebelum jadi presiden dia pernah datang ke rumah saya. Artinya kalau mau apapun gampang, tinggal gak usah kritik pemerintah.

Bapak meninggal di Padang Arafah ketika wukuf, Itu bagaimana ceritanya?

Satu waktu bapak ingin pergi haji, tapi gak punya uang. Gak tau gimana bapak nyari pinjaman uang sampai menggadaikan lukisan. Akhirnya bapak berangkat dengan ibu dan dua adik saya. Saat itu bapak jadi ketua kloter untuk Jombang. 

Nah sesampainya di Mekkah, ternyata orang yang punya pemukiman belum tahu kalau ada jamaah datang. Bayangin, bapak akhirnya mau gak mau menyiapkan kamar buat jamaah ratusan orang tuh. Bapak naik turun lantai 4, pada usia 60an. 

Akhirnya, karena kecapekan, bapak kena heat stroke karena kena panas cahaya matahari. Nah itu berpengaruh kepada jantung, paru-paru dan ginjal. Ketika wukuf semua pasien dibawa ke arafah, termasuk yang sakit. 

Tapi, ibu sama sekali gak tahu kalau bapak di rumah sakit. Jadi begitu meninggal, ibu lagi wukuf dengar pengumuman innalillahi telah meninggal Bung Tomo. Kaget ibu saya. Ayah kami meninggal di tempat yang baik saat wukuf lagi. Buat saya ini adalah hadiah terindah dari Allah bahwa bapak saya memang berjuang untuk keadilan.

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisFacebook/Bambang Sulistomo

Kenapa bapak gak dimakamkan di Tanah Suci?

Saat itu ibu ditanya, ikhlas gak kalau dimakamin di sini? Ibu saya ikhlas saja, karena memang ini keinginan semua muslim untuk meninggal di Tanah Suci. Kemudian saya ditanya oleh orang-orang, apa gak ada keinginan untuk membawa pulang. Terus saya ditanya sama orang-orang, ikhlas gak kalau dimakamin di Arafah. 

Saya bilang, mungkin gak kalau dibawa ke Indonesia. Ya saya tanya ke ulama sampai saya ke MUI. Akhirnya mereka menemukan dalil yang boleh dibawa ke Indonesia untuk mempermudah ziarah. Kemudian saya dibantu pemerintah Bung Harto untuk membawa pulang jenazahnya. 

Kan kalau di Arafah jelang musim haji lagi dipindahin itu jenazah-jenazahnya. Nah kata saya, daripada dipindahin gak jelas kemana, mending saya bawa jenazahnya. Saudi setuju, nah akhirnya saya bawa pulang setelah 8 bulan di sana. Pas diangkat jenazahnya udah gak berbentuk, tapi tahi lalat bapak di bawah mata masih ada.

Kenapa Bung Tomo gak mau dimakamin di Taman Makam Pahlawan?

Ya karena bapak ingat perjuangan rakyat yang gugur bersama pejuang 10 November, jadi bapak ingin dimakamkan di tengah-tengah rakyat. Bapak menghargai Taman Makam Pahlawan, tapi bapak ingin bersama rakyat. Itu bapak sudah ngomog sejak kami masih kecil, “Nanti kalau aku mati, cukup dikuburin di sana, satu sama rakyat saja,”.

Ada pesan terakhir dari bapak ke Anda?

Bapak selalu bilang, kamu kalau mau jadi pemimpin, jadilah pemimpin yang baik, jangan bohongin rakyat. Kalau jadi tentara jadilah tentara yang baik jangan khianatin rakyat

Adakah kepribadian Bung Tomo yang bisa ditauladani oleh milenial?

Saya kira keberanian untuk memperjuangan kebenaran dan keadilan. Tanpa memperjuangkan dua hal itu, bangsa ini akan terpecah-belah, tanpa itu akan menciptakan ketimpangan ekonomi, yang akan terjadi adalah jual beli hukum dan jataban. Kalau sampai itu terjadi, negara ini hanya dimiliki oleh mereka orang-orang yang mampu, akhirnya ketimpangan ekonomi semain besar. Yang miskin makin miskin.

Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan RomantisDok. IDN Times

Tepat pukul 16.50 WIB diskusi kami berhenti. Sebagai titisan darah pejuang, Bambang memiliki kewajiban untuk menularkan semangat membela bangsa dan Tanah Air kepada seluruh muda-mudi bangsa. Kesibukannya saat ini adalah keliling Indonesia untuk memberi ceramah soal kebangsaan dan membela mereka yang merasa tidak mendapat haknya.

Aku merasa terharu mendengar bagaimana kisah Bung Tomo diceritakan langsung oleh figur yang hidup bersamanya. Tepat di Hari Pahlawan 10 November, yuk mari kita doakan supaya arwah para pejuang diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa, Aamin.

 

Merdeka atau Mati….!

Baca Juga: Kisah Bung Tomo: Garang di Medan Perang, Manis pada Istri Tersayang

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya