Persidangan Kanjuruhan Dilaporkan ke Komisi Yudisial
Koalisi Masyarakat Sipil menuntut sidang terbuka untuk umum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Pos Malang (LBH Malang), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru Foundation, dan IM57+ Institute, melihat ada banyak kejanggalan dalam persidangan Laporan Model A Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Salah satu yang jadi perhatian mereka adalah proses persidangan yang dilakukan secara tertutup tanpa live media. Oleh karena itu, mereka mengadu pada Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan dan mendorong proses sidang Tragedi Kanjuruhan agar dapat diakses seluas-luasnya oleh publik.
"Terdapat berbagai keganjilan mulai dari terbatasnya akses terhadap pengunjung, terdakwa dihadirkan secara daring dan diterimanya anggota Polri sebagai penasehat hukum dalam persidangan pidana oleh Majelis Hakim," terang Daniel Siagian selaku Kepala LBH Pos Malang saat dikonfirmasi pada Jumat (20/01/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa langkah yang dilakukan oleh PN Surabaya untuk membatasi akses persidangan tragedi Kanjuruhan merupakan langkah yang tidak tepat. Karena melanggar Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, mewajibkan bagi Majelis Hakim dalam setiap pemeriksaan di pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum.
Baca Juga: Sidang Kanjuruhan Dilakukan Online, Media Dilarang Live Streaming
1. Keterbukaan akses selama pengadilan
Daniel menegaskan bahwa keluarga korban tragedi Kanjuruhan dan Jurnalis harus diberikan akses seluas-luasnya untuk melihat setiap proses dan tahapan persidangan. Pembatasan akses persidangan ini memiliki terdapat indikasi adanya upaya untuk menutupi proses hukum tragedi Kanjuruhan.
Apabila pembatasan persidangan adalah atas dasar keamanan, seharusnya ada alternatif lain agar masyarakat dan jurnalis bisa melihat jalannya persidangan. Bukannya ditutup rapat-rapat kepad siapapun.
Belum lagi keputusan untuk menghadirkan tersangka secara daring dinilai aneh. Hal ini dianggap menyalahi ketentuan Pasal 154 ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir pada sidang pemeriksaan di pengadilan.
"Pemerintah telah mencabut kebijakan pemberlakuan dan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Desember 2022 lalu. Artinya tidak ada alasan hakim untuk dalam menghadirkan terdakwa secara online," tegasnya.
Baca Juga: Sidang Kanjuruhan Dilarang Live Streaming, Pakar: Mengebiri Korban!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.