Surabaya, IDN Times - Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) memastikan proses hukum atas tragedi ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, kini resmi naik ke tahap penyelidikan. Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto menegaskan, pihaknya tengah menelusuri potensi kelalaian konstruksi yang menyebabkan puluhan santri meninggal dunia saat sedang menunaikan Salat Asar.
"Penyebab awal diduga adalah kegagalan konstruksi,” ujar Nanang dalam konferensi pers di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Rabu (8/10/2025).
Nanang menjelaskan, sesaat setelah insiden, Polsek Buduran dan Polresta Sidoarjo langsung membuat laporan polisi dan mengutamakan evakuasi korban. Tim gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, serta unsur masyarakat bahu-membahu mengevakuasi 171 korban yang tertimpa reruntuhan.
Dari jumlah itu, sebanyak 67 kantong jenazah diterima RS Bhayangkara Surabaya, 104 lainnya mengalami luka-luka, sementara 34 jenazah sudah berhasil teridentifikasi. “Seluruh korban yang selamat kini dalam perawatan, dan jenazah yang sudah teridentifikasi telah diserahkan kepada keluarga masing-masing,” tambahnya.
Usai evakuasi rampung, Polda Jatim membentuk tim penyelidikan gabungan yang terdiri dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus). Penyelidikan ini berlandaskan Laporan Polisi Nomor LP/4/IX/2025/SPKT/Unit Reskrim/Polsek Buduran/Polresta Sidoarjo.
Tim ini akan mendalami kemungkinan pelanggaran teknis dalam pembangunan gedung yang menyebabkan struktur bangunan tidak mampu menahan beban saat digunakan.
Dalam proses penyelidikan, polisi menggunakan beberapa pasal sebagai dasar hukum untuk menelusuri potensi unsur pidana, di antaranya: Pasal 359 KUHP: Kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Pasal 360 KUHP: Kelalaian yang menyebabkan orang lain luka-luka. Pasal 46 ayat (3) dan/atau Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur pelanggaran terhadap persyaratan teknis bangunan.