Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Akbar, Barista Difabel Rungu yang Mengubah Sunyi Menjadi Rasa

IMG-20251203.jpg
Akbar (22) barista difabel rungu di Cafe Tutur Rasa. IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Intinya sih...
  • Akbar (22) adalah barista difabel rungu yang bekerja di Caffe Tutur Rasa, Surabaya.
  • Program Kopi Tutur Rasa memberikan pelatihan intensif barista selama setahun untuk penyandang disabilitas.
  • Akbar dan rekan-rekannya kini bekerja seperti staf lainnya, profesional, cekatan, dan penuh dedikasi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times – Di balik meja bar Caffe Tutur Rasa, tangan Akbar (22) bergerak lincah. Ia menakar bubuk kopi, menekan portafilter, lalu meracik espresso dengan presisi. Para pelanggan tak menyangka kalau barista yang meracik minuman mereka adalah seorang difabel rungu.

Sudah dua tahun ia bekerja di cafe milik Midtown Hotels Indonesia itu. Seragam hitamnya rapi, senyumnya hangat, dan gerak tubuhnya tegas. Di antara bunyi mesin penggiling kopi yang ia tak dengar, Akbar bekerja dengan kepekaan lain visual, rasa, dan ketelatenan.

Akbar adalah satu dari delapan remaja difabel rungu yang kini bekerja di jaringan hotel Midtown. Semua berawal dari program Kopi Tutur Rasa, sebuah pelatihan intensif barista selama setahun yang dirancang khusus untuk penyandang disabilitas. Sebelum bergabung di program itu, Akbar hampir putus asa. Ia sudah beberapa kali mencoba melamar kerja di kafe-kafe di Surabaya, tetapi selalu ditolak.

“Dia bilang sebelumnya selalu ditolak karena tidak punya pengalaman,” cerita Corporate General Manager Midtown Hotels Indonesia, Donny Manuarva, Rabu (3/12/2025). “Setelah masuk pelatihan, dia berkembang luar biasa," ungkapnya menambahkan.

Pelatihan itu bukan sekadar mengajari teknik membuat kopi. Para peserta hampir semuanya difabel rungu dan wicara belajar disiplin, komunikasi, bekerja dalam tim, hingga seni latte art. Banyak dari mereka memulai dari nol, tidak memahami mesin espresso, apalagi perhitungan brew ratio.

Kini, beberapa di antaranya mampu membuat art berbentuk hati dan daun dengan kehalusan laiknya barista profesional. Bagi Akbar, pelatihan itu pintu hidup baru. Ia menemukan keahlian, komunitas, dan yang terpenting kepercayaan diri.

"Sekarang kami yang dianggap punya keterbatasan, punya keterampilan. Bisa berdiri sendiri, punya pendapatan, dan merasa dihargai,” kata Akbar melalui Donny.

Sementara dalam perayaan Hari Disabilitas Internasional tahun ini terasa berbeda. Karena kini, pengunjung cafe bisa menyaksikan hasil nyata program inklusi itu. Akbar dan rekan-rekannya bekerja seperti staf lainnya. Profesional, cekatan, dan penuh dedikasi.

“Tantangannya memang ada, terutama komunikasi,” imbuh Donny. Pelatih yang tidak terbiasa bahasa isyarat harus didampingi penerjemah. Namun itu bukan hambatan. “Selama ada kemauan, kami akan sediakan jalannya," ucapnya.

Midtown juga berencana membuka peluang kerja difabel untuk bidang lain, seperti housekeeping, meski harus memperhatikan aspek keselamatan kerja. Sementara itu, pelanggan yang datang ke Caffe Tutu Rasa semakin terbiasa dengan kehadiran barista-barista difabel. Banyak dari mereka justru datang karena ingin mendukung.

Keahlian Akbar meracik minuman kini menjadi jembatan antara sunyi dan rasa. Dari tangan seorang pemuda yang dulu ragu dengan masa depannya, kini mengalir cappuccino dan latte yang membuat siapa pun percaya. Inklusi bukan sekadar slogan. Ia adalah kesempatan yang, ketika diberikan dengan tulus, dapat mengubah hidup.

Di kafe kecil itu, suara mesin kopi terus menderu, suara yang tak pernah didengar Akbar. Namun lewat secangkir demi secangkir kopi yang ia buat, ia menunjukkan bahwa setiap manusia, bagaimanapun kondisinya, mampu mengubah sunyi menjadi karya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Kapolrestabes Surabaya: Rumah Kos Jadi Incaran Pelaku Curanmor

03 Des 2025, 13:50 WIBNews