Keluarga Pluralisme dari Surabaya, Setahun Rayakan 3 Kali Hari Raya

Diversity is Beautiful

Surabaya, IDN Times - "Toleransi itu indah",  menjadi kalimat yang cocok bagi rumah tangga Abed Nego (32). Selama delapan tahun berkeluarga, Abed--sapaan karibnya-- tak pernah mempermasalahkan kepercayaan masing-masing. Dia memeluk agama Kristen, sementara istrinya, Tanamal Devy Dian Pramita beragama Islam (31).

1. Setahun rayakan tiga hari raya

Keluarga Pluralisme dari Surabaya, Setahun Rayakan 3 Kali Hari RayaIlustrasi natal (IDN Times/Umi Kalsum)

Abed menceritakan, sejak menikahi Devy, dia merayakan tiga hari besar keagamaan. Pertama ialah Imlek, karena Abed masih keturunan Tionghoa. Kedua, Idulfitri karena istrinya seorang muslim, ditambah keluarga ibu dan mertuanya muslim. Ketiga, Natal karena keluarga dari ayahnya Kristen semua.

"Dalam satu tahun itu tiga hari besar aku jalani," ujarnya saat ditelepon, Kamis (23/12/2021).

"Misal kalau Idulfitri, aku harus ke rumah mertuaku. Saudara istri kan muslim semua, aku ikut unjung-unjung (halal bihalal). Natalan, istri ikut ke gereja, ikut perayaan Natalan. Kadang mertua dan adik iparku, aku ajak. Meski beliaunya pakai jilbab gak papa," dia menambahkan.

2. Saling dukung saat beribadah

Keluarga Pluralisme dari Surabaya, Setahun Rayakan 3 Kali Hari RayaIlustrasi toleransi agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Untuk kehidupan sehari-hari, Abed sangat menghormati jika sang istri menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Yakni menjalankan salat lima waktu. "Ya aku persilakan, monggo salat lima waktu," kata dia. Begitu sebaliknya, ketika hari minggu, Abed ditemani istri dan dua anaknya ke gereja.

"Tapi anak-anak, mana yang terbaik aku kasih pemahaman. Kalau Kristen gini, muslim (Islam) gini. Sama-sama baik, cuma caranya aja yang berbeda," jelas warga Ploso Timur, Surabaya ini.

3. Toleransi belajar dari orangtua masing-masing

Keluarga Pluralisme dari Surabaya, Setahun Rayakan 3 Kali Hari RayaAbed Nego ketika merayakan Natal bersama istri dan kedua anaknya. Dok. Pribadi Abed

Toleransi yang didapat oleh Abed dan istrinya ini juga berdasarkan pengalaman yang didapat sejak kecil. Abed mengatakan, ayahnya merupakan keturunan Tionghoa, mulanya beragama Konghucu. Sedangkan ibunya, beragama Islam. Ketika menikah, orangtua Abed memilih berpindah Kristen.

Sama halnya keluarga istrinya, ayah Devy dulunya beragama Kristen. Kemudian ibunya beragama Islam. Ketika menikah, memutuskan beragama Islam. "Akhirnya kita semua menyadari, kita dari keluarga yang berbeda-beda. Di dalamnya ada toleransi. Intinya kalau ada kegiatan, dalam keluarga saling mendukung," ungkap dia.

"Aku juga gak canggung kalau ikut Idulfitri, karena basicnya dari ibuku kan muslim. Dulu sebelum nikah, masih ke sana unjung ke sana (keluarga ibu). Meski pun sama istriku, sewaktu pacaran saling ngerti kalau kita berbeda memang (agamanya). Dulu dari orangtua masing-masing juga berangkatnya dari agama yang berbeda-beda," imbuh Abed.

Baca Juga: Berkunjung ke Royal Residence Wiyung, Perumahan dengan 6 Tempat Ibadah

4. Ingatkan manusia makhluk sosial harus saling menghargai dan toleransi

Keluarga Pluralisme dari Surabaya, Setahun Rayakan 3 Kali Hari RayaIlustrasi toleransi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Keluarga Abed ini bisa dikatakan plurasime kecil, karena saling memahami keberagaman di dalamnya. Abed pun mengingatkan bahwa sebagai manusia merupakan sama. Hanya saja jalan kepercayaan mengenai agama yang berbeda-beda. "Tapi kita sama-sama manusia, makhluk sosial yang saling membutuhkan," tegasnya.

"Jadi, apa pun agamamu, sukumu, rasmu, kita tetap di bumi. Makhluk sosial harus saling membutuhkan. Maka tetap toleransi kita. Apalagi kita ini bangsa Indonesia memegang Bhineka Tunggal Ika. Kita harus saling menghargai, saling toleransi," pungkas Abed.

Baca Juga: Belajar dari Pemuda Desa Balun, Jadi Saudara Tak Perlu Sedarah

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya