TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakde Karwo: Ekonomi Kerakyatan Wujud Working Ideology Pancasila 

Jangan lupa soal Pancasila

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Surabaya, IDN Times - Sistem ekonomi yang berbasis kekuatan ekonomi rakyat merupakan wujud dari working ideology Pancasila. Bila ini diterapkan maka akan terwujud kesejahteran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut disampaikan Gubernur Jatim, Soekarwo, di Seminar Internasional Pancasila di Hotel Shangri La Surabaya, Senin (3/12).

Baca Juga: Bambang Soesatyo Tekankan Pentingnya Pemahaman Pancasila

1. Wujud kesejahteraan tugas negara ada dua

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Pakde Karwo sebutan akrabnya, mengatakan wujud kesejahteraan negara itu ada dua. Pertama, harus walfare state, di mana negara wajib mewujudkan kesejahteraan sosial di bidang ekonomi. Kedua, verzorging state atau konsep negara harus hadir mengurus kepentingan rakyatnya melalui kebijakan.

“Inilah yang dilakukan di Jatim, bila tidak ada policy afirmatif terhadap yang kalah dalam pertarungan, mereka akan habis. Tidak bisa yang besar, menengah, dan kecil dibiarkan bertarung atas nama efisiensi, pemerintah harus memberi intervensi. Yang besar difasilitasi, yang menengah diberikan stimulasi, dan yang kecil dibantu,” ujar Pakde Karwo.

2. Jatim miliki konsep Jatimnomics

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Salah satu model ekonomi kerakyatan yang diterapkan di Jatim yakni melalui konsep Jatimnomics. Model ini menurut Soekarwo mengedepankan tiga aspek utama.

Pertama, produksinya fokus meningkatkan SDM untuk menjamin keberlanjutan penghidupan yang layak. Kedua, strategi pembiayaan, serta ketiga adalah aspek pemasaran, yakni pasar didesain untuk memperkuat pasar domestik sehingga tercipta kemandirian ekonomi.

“Jatimnomics ini didukung pondasi harmonisasi kultur dan religi, sinergitas tiga pilar, dan regulasi. Konsep ini dilakukan agar ekonomi Jatim tumbuh inklusif dan berkeadilan,” kata Pakde Karwo

3. Untuk mewujudkannya perlu musyawarah mufakat

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Untuk mendukung hal tersebut, kata Pakde Karwo, perlu adanya ruang publik yang deliberatif, agar tidak ada kegaduhan dan keributan di bidang politik yang mampu mengganggu investasi. Semua masalah diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

Selain itu, perlu adanya pendekatan partisipatoris, dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan.

“Jadi perintah budaya kita adalah musyawarah mufakat, bukan struktural. Sehingga bila ada struktural, kecuali TNI dan Polri, sebaiknya kembali ke jalan yang benar, karena itu menjadikan eksklusif. Semua harus dirangkul, itulah kekuatan musyawarah mufakat,” terangnya.

4. Pancasila diharap bisa menjadi Leitstar Dinamis

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Sementara itu, Plt. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Hariyono, mengatakan eksistensi Pancasila tidak hanya relevan dalam menyatukan kebhinekaan bangsa. Tetapi juga menjadi bintang penuntun atau yang disebut dengan “Leitstar Dinamis” dalam mengarungi kehidupan masa depan Indonesia.

Menurutnya, Pancasila digali dan dirumuskan Bung Karno pada masa dan suasana kolonial. Namun, Pancasila memberikan landasan sekaligus orientasi energi positif kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak diwarnai oleh dendam, kemarahan serta kebencian.

Pancasila berbasis pada “power with” kekuasaan bersama untuk saling kerjasama, membantu dan tumbuh bersama menggapai kebahagiaan. "Bukan power over atau kekuasaan yang eksploitatif dan manipulatif terhadap pihak lain," katanya.

Baca Juga: Biar Tak Sekadar Hafal Pancasila, PMP Akan Kembali Dihidupkan

Berita Terkini Lainnya