Tanpa PP dan SOP, Pakar Hukum Sebut Kebiri Tetap Bisa Dilaksanakan
Gimana, kamu setuju gak dengan hukuman kebiri kimiawi?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times- Pemuda berusia 20 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang las, Aris, kini tengah menanti kepastian soal kapan dirinya akan menjalani hukuman kebiri kimiawi. Ia terbukti telah mencabuli sembilan anak laki-laki dan perempuan di bawah umur sejak 2015.
Berdasarkan keterangan Aspidum Kejati Jawa Timur, Asep Maryono, pihaknya masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung perkara eksekusinya. Sebab, hingga saat ini, belum ada Peraturan Pemerintah (PP) dan standar operasional prosedur (SOP) yang menjelaskan teknis kebiri kimiawi.
Lantas, karena belum ada PP dan SOP-nya, apakah hukuman tambahan ini masih tetap sah dan boleh dilaksanakan? Terlebih, Aris bisa dibilang sebagai orang pertama yang dijatuhi vonis kebiri kimiawi.
1. Hukuman tambahan tetap sah karena sudah ada dasar hukumnya
Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, putusan tersebut tidak melanggar ketentuan hukum. PN Mojokerto dianggap progresif dalam memutuskan perkara ini sehingga diharapkan bisa memberikan efek jera kepara para predator anak.
“Ini putusan yang pertama kali memberikan hukuman tambahan dalam kejahatan seksual. Meskipun belum ada juknis pelaksanannya, kebiri kimiawi tetap sah sebagai hukuman tambahan karena sudah menjadi norma hukum positif,” kata Fickar ketika dihubungi IDN Times, Senin (26/8).
Baca Juga: Tak Mau Eksekusi Kebiri Kimiawi, IDI: Kami Melanggar Kode Etik
Baca Juga: Sayangkan Hukuman Kebiri Kimia, Komnas HAM: Kasih Kerja Sosial Saja