3 Alasan Tim TATAK Menolak Datang ke Sidang Kanjuruhan di Surabaya
Imam juga membeberkan progres LP Model B Tragedi Kanjuruhan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) dengan tegas menolak datang ke persidangan Laporan (LP) Model A Tragedi Kanjuruhan hari ini (16/01/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Pihak Polrestabes Surabaya sebenarnya sudah memberikan undangan resmi kepada Tim TATAK, termasuk kepada keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok.
"Mengenai persidangan Model A di PN Surabaya, dari awal kita sudah menolak LP-nya dan menolak persidangannya. Pada dasarnya kita menolak, tapi apabila Mas Devi Athok dipanggil sebagai saksi maka kita akan menghadiri dan mendampingi persidangan Model A," terang Ketua Tim TATAK, Imam Hidayat saat konferensi pers di Law Form Hidayat & Co Jalan Jenderal Ahmad Yani Utara Nomor 33A, Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Laporan model A adalah laporan yang dibuat oleh polisi yang mengalami dan mengetahui kejadian tersebut. Tim TATAK sendiri sudah mendampingi para korban untuk membuat laporan model B. Namun, hingga kini laporan model B yang dibuat para korban jalan di tempat.
1. Ada 3 alasan TATAK menolak datang ke persidangan
Imam Hidayat menjelaskan jika ada tiga alasan dirinya dan Devi Athok menolak datang ke persidangan Model A Tragedi Kanjuruhan. Pertama adalah terkait pasal yang dikenakan terhadap para tersangka yang todak sesuai fakta di lapangan.
"Kita menolak pasal yang dikenakan kepada para tersangka yaitu Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dan luka berat. Sejak awal kita tidak setuju, kita maunya Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana," ujarnya.
Kedua, ia menganggap kalau tersangka yang dijerat belum cukup. Menurutnya masih banyak orang yang harus bertanggung jawab pada Tragedi Kanjuruhan tapi masih melenggang bebas.
"Kita menolak persidangan ini juga karena pihak-pihak yang dijadikan tersangka masih tingkat menengah. Master mind atau aktor intelektualnya belum tersentuh. Misalnya dari PSSI atau dari PT AABBI, kemudian eksekutor yang menembak gas air mata ke tribun 12 dan tribun 13," tuturnya.
Alasan ketiga adalah permintaan dari majelis hakim yang memutuskan kalau sidang berjalan tertutup. Padahal menurutnya ini bukanlah sidang asusila, tapi sidang pidana yang seharusnya terbuka untuk umum.
"Kemudian persidangan ini seharusnya terbuka, tapi dipola oleh mereka menjadi terbuka terbatas. Artinya hanya pihak-pihak yang dikehendaki oleh Polri atau kejaksaan atau yang lain diperbolehkan menghadiri persidangan," ucapnya.
"Kalau alasan keamanan saya kira bukan alasan yang bisa diterima secara rasional. Karena polisi adalah alat negara, dia punya kemampuan dan alat untuk mengendalikan massa," sambungnya.
Baca Juga: Keluarga Korban Kanjuruhan: Terdakwa Harus Dihukum Berat!
Baca Juga: Tangis Juariyah dan Rini Saat Ikuti Sidang Kanjuruhan
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.