TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Stunting Jember Tinggi, Menko Muhadjir Ajak Kampus Turut Mencegah

Angkatan kerja di Indonesia juga banyak yang alami stunting

Menko PMK menyampaikan orasi di peringatan Dies Natalis ke 57 UNEJ. IDN Times/Istimewa

Jember, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta agar perguruan tinggi turut membantu pemerintah menangani masalah stunting (anak kerdil). Hal ini disampaikan oleh Muhadjir saat peringatan dies natalis ke 57 Universitas Jember, Rabu (10/11/2021).

Baca Juga: Ngaku Anak Kyai, Pemuda Jember Bawa Kabur Gawai Korban Saat COD

1. Jember stunting tertinggi di Jatim

Internet

Pemerintah, kata Muhadjir, menargetkan angka stunting turun menjadi di bawah angka 14 persen di tahun 2024 dari angka 27 persen saat ini.

"Sebuah target yang berat tapi bukan misi yang tidak bisa dicapai. Tentunya dengan gotong royong dan kerjasama dengan semua pihak termasuk di dalamnya dunia perguruan tinggi," kata Muhadjir.

Kondisi tersebut juga selaras dengan kondisi kasus stunting di Kabupaten Jember. Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) pernah merilis data stunting di Jember. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Anak (AKA) dan angka stunting di Jember menempati peringkat kasus tertinggi di Jatim.

Dari catatan Pemprov Jatim, angka kematian Ibu selama proses megandung hingga melahirkan di Jember mencapai 61 orang selama 2020. Kondisi tersebut juga ditambah dengan angka kematian bayi yang mencapai 324 jiwa. Data keduanya merupakan yang tertinggi dibandingkan kota-kabupaten di Jawa Timur.

2. 54 persen tenaga kerja stunting

halo sehat

Merespons kondisi tersebut, Universitas Jember menerapkan program Kuliah kerja Nyata (KKN) tematik penanganan stunting.

Muhadjir mengatakan, penanganan stunting pada seribu hari kehidupan pertama seorang anak harus mendapatkan perhatian serius sebab bakal menentukan nasib masa depannya dan masa depan bangsa.

Dari laporan Bank Dunia tahun 2020 lalu, 54 persen angkatan kerja Indonesia ternyata pernah mengalami stunting.

“Kondisi ini membuat angkatan tenaga kerja kita sulit bersaing di pasar kerja. Jika kita gagal mengatasi stunting maka bonus demografi yang semula diproyeksikan akan dinikmati pada tahun 2045 saat peringatan kemerdekaan RI ke lima puluh akan gagal, dan Indonesia akan masuk ke dalam middle income trap,” katanya.

Baca Juga: Tidak Dapat Kucuran APBN, 4.328 ASN dan P3K Jadi Beban Pemkab Jember

Berita Terkini Lainnya