TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tradisi Buang Pengantin di Banyuwangi, Solusi Pasangan Beda Arah

Percaya atau tidak, tapi tradisi tidak boleh disepelekan

Ilustrasi pernikahan tradisional. (pixabay)

Banyuwangi, IDN Times - Orang bijak dalam adat Jawa menyebut, menikahlah karena butuh bukan lantaran ingin. Dalam sebuah kepercayaan Jawa di beberapa desa di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menikah bukan soal urusan cinta semata. Ada sebuah semacam tradisi yang mengakar bagi masyarakat Jawa khususnya, tentang pantangan memilih calon jodohnya.

Salah satu pantangan yang paling populer diketahui adalah perbedaan mata angin atau arah rumah. Dalam istilah setempat disebut ngetan-ngulon. Secara harfiah, arah yang dilarang adalah pertemuan sudut Tenggara dan Barat Laut.

Baca Juga: Layang-layang Berujung Petaka, Rumah di Banyuwangi Hangus Terbakar

1. Hal buruk menimpa jika melanggar ketentuan arah

Ilustrasi pernikahan tradisional. (pixabay)

Menurut Supardi (62), seorang sesepuh dari Desa/ Kecamatan Siliragung, mayakini jika pantangan tersebut dilanggar, maka rumahtangga mempelai akan diwarnai problem yang kontinyu. Maka dari itu, seluruh anak dan keturunannya tidak berani untuk melakukan pernikahan ngetan-ngulon ini.

"Bapak saya dulu mengajarkan begitu. Maka anak-anak saya juga sama, itu (pernikahan ngetan-ngulon) tidak boleh dilakukan," kata Supardi, Rabu (31/5/2023).

Putri bungsu Supardi pun dulunya harus menelan pahit dari kepercayaan ini. Asmaranya harus kandas saat dilarang keras untuk menikahi seorang pria yang bertentangan arah rumah. Meski awalnya dipaksa patuh, namun pernikahan si bungsu Supardi ini berlangsung langgeng hingga saat ini memiliki 2 anak.

"Itu anak saya, nyatanya juga langgeng sampai sekarang. Dulunya ngeyel mau nikah dengan orang sana (beda arah)," ungkap Supardi sembari menunjuk arah.

2. Solusi gampangnya harus dibuang salah satu

Ilustrasi pernikahan tradisional. (pixabay)

Sementara itu, menurut Ki Asmoro Sampir, seorang dalang yang biasa melakukan ritual ruatan, ada beberapa hal bisa dilakukan untuk menangkal nasib buruk melanggar pantangan nikah tersebut. Yakni dengan melakukan beberapa ritual berdasarkan kepercayaan Jawa yang berlaku.

Salah satunya dengan menerapkan tradisi buang pengantin. Tradisi ini dilakukan dengan membuang salah satu pengantin menjelang akad nikah. Dalam praktik nyatanya, salah satu pengantin harus dibuang oleh orang tuanya dan meninggalkan rumah selama beberapa hari.

Setelah dibuang, kemudian orang tersebut ditemukan atau dipungut dan dinikahkan dengan anaknya. Hingga pernikahan berusia 10 hari, pengantin yang dibuang tersebut tidak diperbolehkan pulang kerumah aslinya.

"Salah satu calonnya harus dibuang dan ditemukan oleh orang tua calon lainnya. Tujuannya agar pantangan arah tadi bisa terabaikan untuk kemudian dilakukan pernikahan," kata Ki Asmoro Sampir.

Baca Juga: Aroma Magis Tradisi Saulak Kampung Mandar Banyuwangi

Verified Writer

Agung Sedana

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya