Orang Tua Jangan Abai saat Anaknya Jadi Korban Bullying

Pelaku bullying bisa jadi sebelumnya korban perundungan

Malang, IDN Times - Anak-anak yang menjadi korban bullying memiliki kondisi memperihatinkan karena meninggalkan trauma yang menyerang perkembangan mental. Dalam kondisi tersebut, tidak sedikit orang tua justru mengabaikan saat anaknya melaporkan bullying yang ia terima.

Psikolog Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang mengatakan jika korban bullying bisa menjadi pelaku di kemudian hari. Sehingga peran aktif orang tua diperlukan kepada anaknya yang jadi korban bullying.

1. Psikolog UIN Malang menjelaskan ini yang harus dilakukan orang tua dari anak korban bullying

Orang Tua Jangan Abai saat Anaknya Jadi Korban BullyingPsikolog UIN Malang, Fuji Astutik. (IDN Times/Istimewa)

Psikolog UIN Malang, Fuji Astutik menjelaskan hal yang perlu dilakukan orang tua pertama kali adalah memberikan rasa aman kepada anak. Misalnya saat anak melapor karena merasa ketakutan maka orang tua harus bisa memberikan rasa aman, ditanyakan bully yang diterima anak seperti apa, berapa kali menjadi korban bully, dan sebagainya.

Orang tua harus mencari informasi lebih dalam apakah memang benar anaknya jadi korban bully. Fuji mengatakan bisa jadi itu hanya bercanda kalau cuma sekali atau dua kali. Kemudian orang tua harus memberi pengertian pada anak.

"Tapi kalau sudah lebih dari 2 kali maka anak ini jadi korban perlakuan tidak menyenangkan, kita harus mengekplorasi pikiran anak tentang perlakuan itu, apa yang dia pikirkan tentang dirinya, apa yang dia pikirkan tentang teman-teman, dan apa yang dia pikirkan tentang gurunya," jelasnya.

Kemudian orang tua harus mengkonfirmasi pada sekolah untuk didiskusikan dan mencari jalan tengah. Kalau tidak menemukan jalan tengah, sebagai orang tua harus memprioritaskan psikologis anak.

Baca Juga: Kisah Fikri, Jadi Korban Bullying hingga Jadi Gagap saat Berbicara

2. Psikolog UIN menjelaskan ciri-ciri anak yang menjadi korban bullying

Orang Tua Jangan Abai saat Anaknya Jadi Korban Bullyingilustrasi bullying (IDN Times/Aditya Pratama)

Perempuan berhijab ini mengatakan jika anak-anak yang menjadi korban ini bisa memiliki kecemasan berlebihan, bisa jadi tidak memiliki pemikiran untuk masa depannya. Bahkan bisa jadi korban bullying ini menjadi pelaku di masa depan.

"Jadi misalnya kemarahan dia dulu belum selesai dan memiliki pemicu yang sama. Maka dia bisa menjadi trigger untuk menjadi pelaku bullying," ujarnya.

Kemudian ia mengungkapkan jika mereka yang rentan jadi korban bullying adalah anak-anak yang berbeda secara kemampuan entah sangat pintar atau tidak pintar, kemudian mereka yang dari kalangan ekonomi lemah. Anak-anak yang berbeda dari anak pada umumnya adalah pihak yang rentan jadi korban bullying.

"Anak-anak yang menjadi korban bullying ini biasanya akan mengalami perubahan perilaku. Misalnya yang biasanya duduk di depan tiba-tiba pindah duduk di belakang dan menyendiri, susah fokus, menarik diri dari pergaulan, kalau bully sampai pada pemukulan maka ada luka-luka di tubuhnya," tuturnya.

3. Melakukan bullying ada yang tidak sadar dirinya melakukan perundungan

Orang Tua Jangan Abai saat Anaknya Jadi Korban Bullyingilustrasi bullying (IDN Times/Aditya Pratama)

Fuji juga mengatakan jika bisa jadi anak yang menjadi pelaku bullying tidak sadar dirinya telah melakukan perundungan. Sehingga si pelaku harus langsung dikonfirmasi apakah ia melakukan perundungan atau tidak. Kemudian pihak sekolah juga memiliki peran signifikan kepada pelaku ataupun korban.

"Kalau bercandanya dengan melakukan pemukulan berkali-kali apakah itu bisa disebut bercanda? Kan tidak. Jadi yang harus dilakukan sekolah adalah mengidentifikasi masalah anak tersebut sejak awal. Sehingga penting selain melakukan identifikasi akademik, perlu dilakukan identifikasi terhadap masalah anak," ucapnya.

Fuji kembali menegaskan kalau kadang-kadang pelaku bullying adalah anak-anak yang pernah mendapat perlakuan bullying. Kemudian ia melakukan pelampiasan pada orang lain, atau ia memiliki masalah di rumah dan melampiaskannya pada teman-temannya di sekolah. Karena anak-anak pelaku bullying ini biasanya memiliki masalah pada psikologis.

Sehingga menurutnya sekolah harus mengidentifikasi di satu angkatan ini ada berapa anak yang memiliki masalah tertentu. Kemudian diidentifikasi potensi ke arah bully seberapa besar. Dengan ini sekolah bisa melakukan preventif terhadap potensi kasus bullying daripada menangani saat bullying telah terjadi.

"Ini adalah tugas guru Bimbingan Konseling (BK) untuk membuat kurikulum terkait apa yang harus dilakukan atau program apa yang dilakukan untuk memberantas bullying. Jadi based on dasar masalah, bukan setelah kejadian baru ke BK," tutupnya.

Baca Juga: Korban Bullying di Malang Trauma sampai Takut Salat Jumat

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya