Dari Camilan Sang Anak, Keripik Brownies Kini Jadi Ladang Bisnis Yanti

Sempat ada yang bilang bahannya dari brownies sisa

Sidoarjo, IDN Times - Eko Ariyanti tak menyangka jika permintaan anaknya untuk membuat camilan sehat untuk bekal sekolah malah menjadi ladang bisnis buatnya. Ceritanya bermula pada tahun 2015 lalu. Kala itu, sang anak yang sudah dibuatkan brownies untuk bekal malah protes. “Katanya camilan itu terlalu berat, terlalu mengenyangkan,” ujarnya kepada IDN Times, Kamis, (25/5/2023). 

Perempuan yang akrab disapa Yanti itu pun memutar otak. Setelah mencari inspirasi dari berbagai sumber, ia mengolahnya menjadi keripik. Agar lebih sehat, ia mencampurnya dengan oatmeal. “Walaupun nyemil tapi tetap sehat. Baik juga untuk jantung,” ia melanjutkan.

Tak disangka, banyak teman sang anak yang meminta dan tertarik dengan produk itu. Tanpa berpikir lama, Yanti pun langsung membuka open order. Benar saja, keripik brownies miliknya ludes diborong teman-teman sang anak. Untuk kemasan 70 gram, ia membanderolnya dengan Rp15 ribu. 

Yanti yang sebelumnya memang memproduksi berbagai kue kering tak kesulitan memasarkan produk barunya ini. Selain ke rekan-rekan sang anak, salah satu pemasaran andalannya adalah melalui bazar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah Rungkut, Surabaya, tempatnya tinggal. Bersama berbagai produk lain, keripik brownies miliknya dengan cepat diminati para pelanggan. 

Meski begitu, tak semua orang langsung bisa menerima produknya. Yanti mengaku pernah mendapat komentar buruk dari calon pembeli. “Mereka mengira ini adalah brownies yang gak laku terus didaur ulang. Dikeringkan jadi keripik,” ujarnya. Namun, penilaian miring itu dianggapnya angin lalu. Melalui berbagai bazar dan pameran, Yanti terus melebarkan jejaring pemasaran. Puncaknya, produk milik Yanti dilirik oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Yanti pun mendapat tempat untuk memajang produknya di pusat oleh-oleh milik di Mal Pelayanan Publik, Siola. 

Makin banyaknya jalur pemasaran ini pun membuat omzetnya terus naik. Dalam sebulan, kini ia rata-rata bisa mengantongi omzet hingga Rp2 juta. “Itu belum termasuk kue kering lain, jadi lumayan lah,” kata dia. 

Hanya saja, Yanti mengakui bahwa saat ini masih butuh perbaikan dalam hal kemasan. “Packing--nya masih sticker biasa, soalnya semua saya garap sendiri,” ujarnya. Selain itu, Yanti juga terus mencari jalan agar produknya bisa dikenal melalui pemasaran digital. Sejauh ini ia hanya menggunakan grup WhatsApp.

Adapun pemasaran melalui media sosial seperti TikTok dan instagram hingga saat ini belum membuahkan hasil. Bahkan, Yanti juga sudah memasang produknya di berbagai marketplace. Hasilnya sama, belum ada satupun produknya yang dilirik pembeli. 

“Mungkin konten saya belum menarik. Makanya saya juga akhirnya banyak ikut pelatihan,” ujarnya. Salah satu pelatihan yang ia ikuti adalah BRIncubator, sebuah program pendampingan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). “Banyak yang saya dapatkan di pelatihan ini, tinggal penerapannya nanti sih,” ujarnya.

Baca Juga: Sempat Menolak, Yudit Kini Nikmati Cuan dari Kulit Ikan Dori

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya