TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hapus Stigma Takut ke Psikolog, Riliv Buat Konsultasi Lebih Gampang

Prihatin isu kesehatan mental di Indonesia

Sesi meditasi harian untuk workers Riliv. Dokumentasi Pribadi Riliv

Surabaya, IDN Times – Isu kesehatan mental saat ini menjadi perhatian khalayak ramai. Perasaan cemas berlebihan, mudah stres, dan gaya hidup yang ekstrem karena tekanan pekerjaan menjadi beberapa pemicu timbulnya mental illness.

Hal itu yang mendasari Audy Christoper Herli dan Audry Maxi membuat start up yang dinamai Riliv. Dari data yang mereka punya, setiap 40 detik ada satu orang di Indonesia yang mencoba bunuh diri. Selain itu, banyak masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental, takut untuk datang ke psikolog. Penyebabnya, stigma masyarakat yang menganggap orang yang datang ke psikolog adalah gila. Padahal stigma itu keliru besar.

1. Punya pengalaman pribadi soal kesehatan mental

Co-Founders Riliv, Audy Christoper Herli (Kiri) dan Audrey Maximillian Herli (Kanan). Dokumentasi Pribadi Riliv

Audy paham betul bagaiamana rasanya seseorang yang menderita gangguan kesehatan mental. Sebab, dirinya juga menderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Penderita OCD akan melakukan kegiatan berulang-ulang. Jika tidak dilakukan, penderitanya akan merasa cemas.

“Saya sendiri punya gangguan OCD. Cuci tangan yang berlebihan, gangguan kecemasan, bahkan kalau lagi wudu saya bisa 15 sampai 20 menit gitu, mbak,” cerita Audy saat ditemui IDN Times di kantornya, Koridor Coworking Space Surabaya, Rabu pekan lalu (19/2).

Baca Juga: Ajak Anak Muda Dalami Cinta, Riliv Gelar Millennial Wellness Day 2.0

2. Ingin membuat orang bebas bercerita soal masalah kesehatan mental

Tim Riliv. Dokumentasi Pribadi Riliv

Siapapun yang menginginkan konsultasi tak harus dalam keadaan gila atau tidak sehat. Riliv yang hadir sejak 2015 lalu igin membawa pencerahan kepada masyarakat. Tak hanya itu, Riliv juga ingin menghilangkan stigma buruk saat berkunjung ke psikolog. Audy lantas menceritakan pengalamannya saat mengunjungi psikolog.

“Saat itu saya datang ke resepsionisnya. Saya bilang ingin bertemu dengan psikolog. Langsung, banyak mata yang saat itu menuju ke saya dengan tatapan yang tidak mengenakkan. Riliv hadir agar orang tidak perlu malu, bebas bercerita apapun, kapanpun dan di manapun lewat konseling teks ,” jelasnya sembari menirukan lirikan mata pengunjung saat dirinya akan bertemu psikolog.

3. Bantu warga yang kurang terfasilitasi oleh psikolog

Riliv.co

Selain ingin menghilangkan stigma tersebut, Riliv juga berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi warga yang memerlukan bantuan kesehatan mental. Terlebih bagi mereka yang tinggal jauh dari jangkauan para psikolog

“Data yang kami dapatkan, bahwa sebanyak 14 juta orang Indonesia mengalami gangguan mental. Sedangkan penyebaran psikolog tidak merata. Psikolog klinis hanya sekitar 37 persen dan tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lalu bagaimana dengan keadaan orang-orang yang letaknya jauh? Riliv adalah jawabannya,” papar Audy

4. Riliv juga sediakan fasilitas meditasi

IDN Times/Dok. Pemkot Surabaya

Sebagai start up yang sudah terverifikasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Riliv kini tak perah berhenti menggaungkan isu kesehatan mental. Dengan gerakannya, Riliv didukung oleh beberapa media dan pemkot untuk terus menyuarakan isu tersebut.

“Awal tahun lalu, kami juga bekerja sama dengan IDN Times di acara Millenial Wellness Day. Juga, tentunya kami bekerja sama dengan pemerintah dan ingin menjalin kerja sama dengan seluruh lapisan masyarakat,” jelas Audy.

Selain kerja sama dengan media dan pemerintah, Riliv juga menyediakan fasilitas meditasi yang berguna untuk meingkatkan kesehatan mental

“Dengan meditasi, kita bisa mengurangi kecemasan, stres, tidur lebih nyenyak. Kami sediakan itu di Riliv. Luangkan lima sampai sepuluh menit, maka kalian akan dapatkan ketenangan,” lanjut pria berkacamata tersebut.

5. Gaungkan untuk bijak bermedia sosial

Ilustrasi media sosial (IDN Times/Sunariyah)

Banyaknya millenials yang akhirnya menyuarakan kegelisahannya di media sosial, juga tak luput dari perhatian Riliv. Tak jarang, kegundahan yang mereka ungkapkan pun menjadi bahan tertawaan bagi orang yang membacanya. Audrey Maximillian Herli-Co Founders Riliv yang juga merupakan saudara Audy-menyampaikan empatinya terkait fenomena tersebut.

“Mereka yang memiliki kegundahan saat ini trennya suka bercerita di medsos. Mereka gak menyadari bahwa yang mereka tulis menjadi bahan bercandaan oleh temannya. Lalu mereka yang mengetahui hal itu, akan mengalami depresi dan menjalar ke self harm (menyakiti diri sendiri). Kami tidak ingin hal tersebut terjadi, maka kami yakin Riliv akan menjadi solusi,” jelasnya saat dihubungi IDN Times melalui telepon seluler, Senin (24/2).

Merespons fenomena tersebut, Maxi-sapaan akrab Audrey- mengatakan, Riliv juga mengedukasi penggunanya untuk bijak bermedia sosial. “Millenials yang mengakses aplikasi dan mengikuti media sosial kami juga diberikan edukasi terkait bijak bermedia sosial,” kata Maxi

Baca Juga: Depresi Makin Marak, Riliv Rilis Meditasi Daring Pertama di Indonesia

Berita Terkini Lainnya