Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tahanan Kasus Demo Meninggal di Rutan Medaeng

IMG-20251230-WA0028.jpg
Tahanan meninggal dunia di Rutan Medaeng. Dok. KontraS.
Intinya sih...
  • Alfarisi bin Rikosen, tahanan di Rutan Medaeng, Surabaya meninggal dunia pada 30 Desember 2025.
  • Koordinator KontraS Surabaya menyatakan adanya penurunan berat badan drastis dan kondisi penahanan yang tidak memenuhi standar minimum.
  • KontraS mendesak pemerintah untuk melakukan penyelidikan independen atas kematian Alfarisi dan menuntut pertanggungjawaban hukum terhadap aparat yang berkontribusi terhadap kematian tersebut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya menerima kabar duka dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng, Surabaya. Seorang tahanan bernama Alfarisi bin Rikosen (21) dilaporkan meninggal dunia sekitar pukul 06.00 WIB, Minggu (30/12/2025) pagi, saat masih berada dalam penguasaan penuh negara.

Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan informasi meninggalnya Alfarisi diterima dari pihak keluarga sekitar pukul 08.30 WIB di hari yang sama. Berdasarkan keterangan rekan satu sel, sebelum meninggal dunia Alfarisi sempat mengalami kejang-kejang. Keluarga terakhir kali menjenguk Alfarisi pada 24 Desember 2025.

Saat itu, tidak ada keluhan kesehatan serius yang disampaikan kepada keluarga. Jenazah Alfarisi pada hari yang sama dipulangkan ke Sampang, Madura, untuk dimakamkan di pemakaman umum setempat.

Alfarisi ditangkap pada 9 September 2024 sekitar pukul 11.00 WIB di tempat tinggalnya. Ia kemudian ditetapkan sebagai terdakwa atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, terkait kepemilikan atau keterlibatan dengan senjata api, amunisi, atau bahan peledak.

"Setelah penangkapan, Alfarisi sempat ditahan di Polrestabes Surabaya sebelum dipindahkan ke Rutan Kelas I Medaeng," katanya.

Perkara yang menjerat Alfarisi sejatinya dijadwalkan memasuki tahap penuntutan pada Senin (5/1/2026). Alfarisi meninggal dunia sebelum memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan masih berstatus sebagai terdakwa.

"Selama masa penahanan, KontraS Surabaya mencatat adanya penurunan berat badan Alfarisi yang sangat drastis, diperkirakan mencapai 30 hingga 40 kilogram. Kondisi tersebut diduga kuat menunjukkan adanya tekanan psikologis berat serta tidak terpenuhinya standar minimum kondisi penahanan dan layanan kesehatan di dalam rutan," ungkap Khoir.

"Situasi ini dinilai bertentangan dengan Standar Minimum PBB untuk Perlakuan terhadap Narapidana atau Nelson Mandela Rules, yang mewajibkan negara menjamin pemenuhan hak atas kesehatan fisik dan mental bagi setiap tahanan tanpa diskriminasi," tambah dia.

Menurut Khoir, kematian Alfarisi kembali menegaskan buruknya kondisi penahanan di Indonesia sekaligus kegagalan negara dalam memenuhi kewajiban melindungi hak atas hidup serta menjamin perlakuan yang manusiawi bagi setiap orang yang dirampas kebebasannya. "Alfarisi merupakan pemuda yatim piatu asal Sampang, Madura. Ia tinggal bersama kakak kandungnya di sebuah kamar kos sederhana di Jalan Dupak Masigit, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Alfarisi dan kakaknya mengelola warung kopi kecil di teras tempat tinggal mereka," katanya.

Khoir menegaskan, setiap kematian yang terjadi di dalam tahanan negara merupakan indikator serius kegagalan negara dan secara hukum menimbulkan tanggung jawab langsung. Negara, kata dia, wajib melakukan penyelidikan yang cepat, independen, imparsial, dan transparan untuk mengungkap sebab-sebab kematian serta memastikan adanya pertanggungjawaban hukum. "Kami mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan penyelidikan independen dan menyeluruh atas kematian Alfarisi bin Rikosen, termasuk membuka akses informasi kepada publik dan keluarga korban," katanya.

Selain itu, KontraS juga menuntut adanya pertanggungjawaban hukum terhadap setiap tindakan atau kelalaian aparat yang berkontribusi terhadap kematian tersebut, serta evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penahanan di Rutan Medaeng dan rutan-rutan lain di Indonesia.

"Kematian Alfarisi tidak boleh dipandang sebagai peristiwa tunggal, melainkan bagian dari pola berulang kematian dalam tahanan yang mencerminkan krisis serius dalam sistem pemasyarakatan dan penegakan hukum di Indonesia, terutama terhadap mereka yang ditangkap dalam konteks politik dan kebebasan berekspresi," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Mobil Uji Tanah Pupuk Indonesia, Solusi Resah Para Petani

30 Des 2025, 21:14 WIBNews