Sengketa 13 Pulau Trenggalek dan Tulungagung Diambil Alih Kemendagri

- Sengketa batas wilayah 13 pulau di perairan laut selatan antara Trenggalek dan Tulungagung diambil alih oleh Kemendagri.
- Pulau-pulau yang disengketakan antara lain Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, dan Pulau Karangpegat.
- Konflik ini menghambat pengesahan RT/RW baru Trenggalek yang dibutuhkan untuk mendukung pelayanan publik dan pembangunan ke depan.
Surabaya, IDN Times - Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur (Jatim), Adhy Karyono memastikan bahwa sengketa batas wilayah 13 pulau di perairan laut selatan antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung kini diambil alih oleh pusat. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Maka dari itu, Adhy menyebut kalau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim hanya bisa menunggu keputusan pihak pemerintah pusat. "Masih menunggu dari Kemendagri, ini masih dalam proses. Saya sendiri belum mendapatkan informasi terbaru," ujarnya, Selasa (24/6/2025).
Pulau-pulau yang sedang dalam sengketa antara dua kabupaten itu di antaranya Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, dan Pulau Karangpegat. Ada juga Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur Agus Cahyono menilai sengketa ini sebenarnya tidak sebesar konflik wilayah seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumatera Utara. "Ini hanya persoalan antar kabupaten yang seharusnya bisa diselesaikan di tingkat provinsi. Tidak perlu dibesar-besarkan," tegasnya.
Menurut legislator PKS ini, akar persoalan muncul setelah Mendagri pada tahun 2022 menetapkan 13 pulau tersebut masuk dalam administrasi Tulungagung. Namun setahun kemudian, dalam RT/RW Provinsi Jawa Timur yang disusun tahun 2023, pulau-pulau itu justru dicantumkan masuk ke Trenggalek.
“Ini yang saya nilai sebagai pemantik munculnya sengketa. Padahal sebelumnya tidak ada persoalan, bahkan tidak ada nilai ekonomi yang signifikan dari keberadaan 13 pulau tersebut, berbeda dengan kasus Aceh-Sumut yang mengandung potensi tambang dan sumber daya alam,” ungkapnya.
Agus menambahkan, klaim Trenggalek yang menyatakan 13 pulau tersebut sebagai wilayahnya bukan tanpa dasar, melainkan merujuk pada RT/RW Provinsi Jawa Timur. Sayangnya, hal ini justru bertentangan dengan keputusan Mendagri yang terbit lebih dulu.
“Trenggalek tidak salah mengklaim, karena mengacu pada RT/RW provinsi. Tapi di sisi lain, keputusan Mendagri justru menyebutkan pulau-pulau itu milik Tulungagung. Di sinilah letak kesalahan koordinasi yang harus segera diselesaikan oleh Pemprov Jatim,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agus mengungkapkan bahwa saat ini dokumen revisi RT/RW Kabupaten Trenggalek telah berada di pemerintah pusat namun belum disetujui. Menurutnya, konflik ini turut menghambat pengesahan RT/RW baru Trenggalek yang dibutuhkan untuk mendukung pelayanan publik dan pembangunan ke depan.