Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251013-WA0160.jpg
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Intinya sih...

  • Popok dan pembalut sekali pakai menyumbang 31 persen pencemaran Sungai di Surabaya menurut riset Bank Dunia.

  • Sampah di Surabaya terdiri dari 33,3% sampah organik, 33,5% sampah plastik, dan sisanya 31% adalah sampah popok.

  • Pemkot Surabaya berkolaborasi dengan BUMBI untuk mengatasi limbah popok dan pembalut dengan memproduksi popok dan pembalut kain ramah lingkungan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyebut limbah popok dan pembalut sekali pakai menyumbang 31 persen pencemaran Sungai di Surabaya. Hal tersebut berdasarkan riset yang dilakukan bank dunia.

Data Bank Dunia juga menyebut, sampah di Surabaya 33,3 persen adalah sampah organik, 33,5 persen sampah plastik dan sisanya yakni 31 persen sampah popok. Kota Surabaya pun menjadi kota dengan pencemaran limbah popok dan pembalut terbanyak di Indonesia. Nomor dua disusul Kota Manado dengan 26,4 persen dan Makassar 23,7 persen.

" Dari data yang kita punya dan kita diberikan oleh Bank Dunia juga data-data yang lainnya, Surabaya ini di Sungai Brantas-nya banyak sampah yang tidak bisa didaur ulang.Salah satunya adalah yang paling terbanyak sampai bertonton adalah pembalut dan dan popok bayi," ujarnya di Surabaya, Senin (13/10/2025).

Eri menuturkan sampah popok menyumbang pencemaran di Sungai Brantas. Hal ini mempengaruhi kualitas PDAM yang digunakan oleh warga Surabaya. "Jangan cemari lingkungan Surabaya. Karena kalau di Sungai Brantas maka secara otomatis akan mempengaruhi kualitas air PDAM, makane petugas bendino njupuk'i terus tapi gak tau mandek (petugas kebersihan mengambil popok di sungai terus menerus)," ungkap dia.

Untuk itu, pihaknya memasiftkan sosialisasi penggunaan popok dan pembalut sekali pakai kepada masyarakat. Selain kepada ibu-ibu, popok sekali pakai juga digunakan di rumah sakit.

"Yang saya pikirkan adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat dan ibu-ibu dan wanita ini untuk bisa berubah menjadi tidak sekali pakai atau bisa didaur ulang. Sehingga sejak setahun lalu kami bekerja sama dengan rumah sakit, kami bekerja sama dengan ibu-ibu yang ada di Kecamatan Wonokromo, Pabean Cantikan," kata dia.

Mengatasi limbah popok dan pembalut, Pemkot Surabaya, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), berkolaborasi dengan sebuah gerakan sosial dan produsen popok bayi serta pembalut kain ramah lingkungan. Popok dan pembalut kain tersebut dibuat dengan memberdayakan ibu-ibu dan penyandang disabilitas.

" Saya ingin menunjukkan ini loh produk wong Surabaya. Ini loh produk disabilitas Surabaya. Ternyata bisa diterima di dunia dan bisa dilakukan di rumah sakit," pungkas dia.

Editorial Team