Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kritik Lewat Panggung Teater, BEM FISIP Unair Tetap Kritis

Pertunjukan teater yang digelar oleh BEM Fisip Unair, Rabu (7/5/2025). (IDN Times/Khusnul Hasana)

Surabaya, IDN Times - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) kini kembali menunjukkan taringnya dengan menggelar panggung teater memuat kritikan, Rabu (7/5/2025). Lewat seni, BEM FISIP Unair tetap ingin kritis setelah insiden represi karangan bunga satire ucapan selamat untuk Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabming Raka yang terjadi pada Oktober 2024 silam.

Pertunjukan bertajuk Cultutal Tapestry Night itu tak hanya menampilkan teater, tetapi juga art performance, band, conteporer dance dan orasi.

Ketua BEM FISIP Unair, Irfan Ahmad Yasin mengatakan, teater yang mereka bawakan mengusung tema kekerasan seksual, kesewenang-wenangan pemangku kebijakan dan pembungkaman karya seni.

Teater tersebut menceritakan tentang seorang perempuan pekerja seni yang dibungkam oleh penguasa karena karya seninya dianggap menyinggung. Adegan teater tersebut juga menampilkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh tokoh penguasa kepada perempuan.

"Yang ingin disampaikan adalah memang kan ketiga hal tadi (kesewenang-wenangan, kekerasan seksual, dan pembungkam karya seni) itu masih jadi hal yang umum untuk ditemui di negara kita. Makanya kita sengaja angkat tema itu dan juga secara akting kan itu sangat realistis sekali," ungkap Yasin ditemui di BEM FISIP, Rabu (7/5/2025) malam.

BEM FISIP ingin, kritik yang mereka lakukan lewat karya seni ini menjadi kesadaran semua pihak. Sehingga, kesewenang-wenangan, kekerasan seksual dan pembungkam karya seni tak lagi terjadi.

"Dengan cara seperti ini kita bisa membangun kesadaran masyarakat bahwa, semua itu masih ada di negara kita, ada di antara masyarakat kita," ungkap Yasin.

Lewat karya seni tersebut, BEM FISIP Unair juga berharap agar para korban kekerasan seksual tak lagi takut bersuara. Mereka butuh didengar dan mendapat keadilan.

"Makanya agar masyarakat itu punya kesadaran lalu bisa berani untuk bersuara apabila mereka menjadi korban ataupun menemukan hal-hal yang serupa seperti itu. Misal ada orang lain yang menjadi korban, maka kita sebagai manusia, sebagai sesama masyarakat bisa berani untuk bersuara terkait hal itu," kata dia.

Yasin mengaku, sempat ada kekhawatiran akan kembali mendapat represi ketika menampilkan teater ini. Namun setelah narasi ditelaah, Yasin yakin karya seni tersebut tak akan mendapatkan represi dari pihak manapun. Sebab, adegan di dalamnya tak merujuk pada satu subjek tertentu.

"Ketika kemarin aku gladi bersih, lihat gladi bersihnya teman-teman, lihat adegannya seperti ini, lalu narasi yang dibawakan seperti itu juga sempat ada kekhawatiran dari aku sendiri. Lalu setelah di telak lebih lanjut, setelah kita kulik lagi narasi yang kita bawakan, lalu adegannya serta pihak yang kita sasar itu memang sengaja dibikin abstrak," ungkapnya.

Pihak dekanat juga telah memberi izin pagelaran seni digelar. Sehingga, ia yakin bahwa pertunjukan ini tak akan direpresi.

"Surat izin yang kita ajukan itu lancar sih, kalau di Dekanat Iya. Jadi kami anggap itu sebagai suatu hal yang boleh dilakukan," katanya.

Yasin menegaskan, BEM FISIP Unair akan tetap kritis. Akan tetapi, kritik yang mereka sampaikan lebih berhati-hati dari sebelumnya.

"Memang kita berusaha untuk tetap kritis, kritis enggak bisa dihilangkan, cuman memang kritis yang kita bawakan itu harus dengan hati-hati dan juga terskema, bisa membaca apa ya kira-kira kemungkinan yang akan nanti muncul resikonya seperti apa itu harus kita pikir-pikir ulang di awal dan memang ini sudah melalui semua proses itu tadi," pungkas Yasin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us