Wali Kota Madiun Merasa Keberatan Iuran BPJS Naik 100 Persen
Pembayaran iuran warga ditanggung APBD
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Madiun, IDN Times - Rencana kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada awal 2020 ditanggapi Wali Kota Madiun, Maidi. Menurut dia, peningkatan iuran yang mencapai seratus persen dirasa memberatkan APBD.
Adapun alasannya, hampir seluruh warga telah masuk sebagai peserta BPJS yang pembayarannya ditanggung APBD Kota Madiun. Dari 204 ribu penduduk yang terdaftar, iuran yang dikeluarkan mencapai Rp 25 miliar per tahun. Dengan kenaikan iuran BPJS, maka anggaran untuk alokasi pos anggaran itu sebanyak Rp 50 miliar.
"Dengan kenaikan BPJS seratus persen kami merasa berat," kata Maidi, Jumat (18/10).
1. Uang yang dibayarkan ke BPJS tidak dapat kembali meski peserta tidak sakit
Keberatan yang disampaikan wali kota karena iuran BPJS yang dibayarkan tidak dapat kembali ke daerah. Namun, menjadi hak penuh pihak BPJS dalam pengelolanya. Sistim ini berbeda dengan jaminan kesehatan masyarakat kota (jamkesemata) yang pernah diterapkan di Kota Madiun beberapa tahun lalu. Alokasi Anggarannya juga diambilkan dari APBD setempat.
Saat program jamkesmasta masih berjalan, alokasi anggarannya sebanyak Rp 34 miliar. Namun, hanya digunakan sekitar Rp 26 miliar. Ini berarti, duit sebanyak Rp 8 miliar tidak terserap dan kembali ke APBD. "Sebaiknya dana BPJS memang tidak digunakan karena menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat yang bagus," ujar Maidi yang juga mantan Sekda Kota Madiun ini.
Baca Juga: Wamenkeu Ungkap Siapa yang Membuat BPJS Kesehatan Sekarat