TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Para Perempuan Banyuwangi di Garis Depan Penanganan COVID-19

Selamat Hari Kartini para pejuang kesehatan!

Dua perempuan yang memiliki peran penting dalam penanganan virus corona di Banyuwangi. IDN Times/Istimewa

Banyuwangi, IDN Times - Peringatan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April berlangsung di tengah pandemik virus corona. Di Kabupaten Banyuwangi terdapat beberapa sosok perempuan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan COVID-19.

Dokter spesialis paru RSUD Blambangan Banyuwangi, dr. Ririek Perwitasari Sp.P. merupakan salah satu perempuan yang memiliki peran penting dalam menghadapi wabah COVID-19. Terutama posisinya sebagai Ketua Tim COVID-19 di RS rujukan.

1. Punya tanggung jawab besar tangani COVID-19

Perempuan mengenakan APD lengkap. IDN Times/Istimewa

Sebagai Ketua Tim COVID-19 di RSUD, dr. Ririek memimpin 30 anggota tim dengan tanggung jawab besar dalam penanganan COVID-19 di daerah. Timnya terdiri atas tim dokter, tim perawat, dan tim laboratorium. 

Tanggung jawab tim yang dipimpin Ririek mulai dari memeriksa pasien, menentukan status pasien sebagai PDP hingga positif, merawat pasien, mengelola pemeriksaan swab, hingga menyatakan kesembuhan pasien. 

“Kami bekerja dalam tim, bahu membahu satu sama lain sesuai dengan tugasnya masing-masing. Namun, tanggung jawab tetap ada di pundak saya sebagai ketua tim,” ujarnya, Selasa (21/4).

Baca Juga: Patroli Cegah COVID-19 di Banyuwangi, Petugas Bawa Keranda Mayat

2. Siap hadapi risiko sosial

Perempuan mengenakan APD lengkap. IDN Times/Istimewa

Dalam menjalankan tugasnya, Ririek juga punya rasa khawatir menangani penyakit baru ini.

“Awalnya memang takut, apalagi beberapa waktu lalu ada PDP meninggal. Tapi kembali lagi ke tanggung jawab, kalau kami takut, lalu siapa yang akan merawat dan mengobati pasien,” ujarnya.

Tantangan lainnya lainnya adalah kekhawatiran dari rekan kerjanya. Tidak sedikit rekan dokter dan perawat ruangan noninfeksius jadi agak menjauh pada tim medis COVID-19. 

“Ya itu sih risiko sosial. Kami hanya bisa memberi pengertian. Dan Alhamdulillah, sampai sekarang kami semua sehat, bahkan sudah di-rapid test juga, hasilnya nonreaktif (negatif),” ujarnya.

Menjadi dokter penanggungjawab pasien bukan berarti tidak ada risiko. Namun, selama menerapkan protokol pemeriksaan secara benar, resiko penularan bisa dikendalikan.

“Selama ini APD maupun peralatan safety-nya tersedia di RSUD dengan baik. Dan prosedur penanganan COVID-19 selalu kami pedomani. Apalagi di RSUD kami terus menjaga imunitas, minum suplemen dan vitamin sampai mengonsumsi minuman rempah tradisional. Itu adalah upaya kami mengurangi risiko,” ujarnya.

3. Dagdigdug saat ambil swab pertama kali

Foto hanya ilustrasi. (Dok.IDN Times/Humas Jabar)

Selain dr. Ririek, juga ada dr Roudhotul Ismaillya Noor Sp.PK. Dokter berhijab ini adalah anggota tim yang merupakan dokter spesialis patologi klinik. Salah satu tugasnya adalah mengambil swab dari pasien untuk diuji spesimen menentukan apakah pasien positif atau negatif COVID-19

“Waktu pengalaman pertama mengambil swab rasanya dagdigdug banget. Meskipun APD sudah level tiga, sangat lengkap, rasa khawatir tetap ada saat itu. Ya kan kita tahu bagaimana COVID-19 itu," tutur dr Emil, sapaan akrabnya.

Namun, berpegang pada keteguhan hati dan panggilan jiwa sebagai dokter, Emil kini berhasil mengalahkan rasa takutnya.

"Semakin ke sini khawatirnya berkurang. Ditambah perasaan dibawa happy, supaya sehat dan imunitas terjaga,” ujarnya.

Baca Juga: Dirawat Dua Hari, PDP di Banyuwangi Meninggal Dunia

Berita Terkini Lainnya