TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menjerat Stella Monica, Pedoman UU ITE Tak Digubris Penyidik

Pedoman kapolri lebih mengedepankan mediasi

Terdakwa, Stella Monica saat jalani sidang perdana, Kamis (22/4/2021). IDN Times/Ardiansyah Fajar

Surabaya, IDN Times – Konsumen sebuah klinik kecantikan, Stella Monica, harus terjerat Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena dianggap melakukan pencemaran nama baik. Seorang Ahli Hukum Pidana dari Binus University, Ahmad Sofian sangat menyayangkan hal ini. Menurutnya, pihak penyidik polisi maupun jaksa tidak memahami dengan benar tentang pedoman penanganan kasus UU ITE yang pernah diterbitkan oleh Kapolri pada 19 Februari lalu. Padahal, pedoman ini dibuat agar penanganan kasus dapat mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga terhindar dari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan.

Baca Juga: Stella Minta Keadilan Sambil Terisak di Depan Majelis Hakim

1. Stella Monica dituntut satu tahun penjara

Terdakwa dugaan pencemaran nama baik klinik kecantikan, Stella Monica saat sidang pledoi di PN Surabaya, Kamis (28/10/2021). Dok. Ist.

Kasus Stella Monica saat ini sedang menunggu putusan sidang atau vonis. Stella Monica kembali menceritakan bagaimana awal dia disidik dalam kasus ini.

"Tanggal 3 Juni 2020, enam orang dari penyidik datang dan langsung sita HP-ku sebagai barang bukti," ucap Stella melalui program Live IG Ngobrol Seru by IDN Times, Jumat (5/11/2021).

Stella mengaku beberapa kali meminta mediasi dengan pihak klinik. Stella juga memutuskan untuk meminta maaf langsung kepada dokter yang bersangkutan namun dokter tersebut menolak dan membawa kasus ini ke jalur hukum. Bahkan, Stella juga sempat membuat video live permintaan maaf di IG, tapi disuruh hapus oleh dokter itu.

2. Polisi tidak paham mengenai pedoman penanganan kasus UU ITE

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam diskusi Ngobrol Seru by IDN Times, Ahli Hukum Pidana dari Binus University, Ahmad Sofian berulang kali mengingatkan agar penyidik maupun jaksa mencermati 11 poin pedoman penanganan kasus UU ITE yang pernah diterbitkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Tujuannya, agar penyidik tidak sembarangan mengkriminalisasi seseorang, terutama konsumen.

Salah satu poin dalam pedoman itu adalah penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoax, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana. Dengan ini, penyidik dapat menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya.

Menurut Sofian, pihak penyidik maupun jaksa tidak mengindahkan pedoman ini. Hal ini dikarenakan pihak penyidik dan jaksa langsung memberi tuntutan berupa pidana selama satu tahun.

Baca Juga: Saksi Ahli Sebut Stella Monica Tak Cemarkan Nama Baik L'Viors

4. Jika Stella divonis bersalah, masyarakat akan takut memberi kritik

ilustrasi orang memberi kritik (unsplash.com/@johnschno)

Sofian berharap bahwa pengadilan negeri memeriksa fakta-fakta yang ada. Jika Stella divonis bersalah, maka akan berdampak pada masyarakat luas. Mereka akan khawatir dan takut untuk memberikan kritik atau penilaian objektif terhadap sebuah layanan atau produk (review). "Korporasi akan menjadi raja di negeri ini dan menekan para konsumen. Produk apapun yang kita review bisa kena pidana seperti Stella," ucap Sofian.

Ia juga menegaskan bahwa lebih baik pasal 27 ayat 3 UU ITE dihapus saja, jika tidak diimplementasikan dengan baik sesuai pedoman Kapolri. "Penyidik dan jaksa ini tidak memedomani pedoman yang diterbitkan Kapolri dalam penanganan kasus UU ITE, ini masalahnya," katanya.

Baca Juga: Jelang Vonis, YLPK Jatim Sebut Stella Korban yang Sebenarnya

Berita Terkini Lainnya