TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kota Mojokerto dan Surabaya Sudah Herd Immunity? Epidemiolog: Mustahil

Efikasi vaksin dan varian virus buat herd immunity mustahil

ilustrasi vaksin dan jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Surabaya, IDN Times - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa Kota Mojokerto dan Kota Surabaya sudah memasuki fase herd immunity lantaran capaian vaksinasi lebih dari 70 persen. Menanggapi hal ini, pakar epidemiolog Universitas Airlangga menyangkal kedua daerah tersebut sudah herd immunity. Nyatanya, herd immunity di Indonesia mustahil dicapai.

1. Ada banyak faktor yang harus diperhitungkan untuk menentukan batas herd immunity

Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Epidemiolog Unair, Windhu Purnomo menjelaskan, herd immunity bisa dicapai dari beberapa faktor penentu, yaitu efikasi vaksin, tingkat penularan virus, dan kecepatan cakupan vaksin. Batas 70 persen yang digunakan merupakan asumsi jika efikasi vaksin sebesar 100 persen. Nyatanya, kebanyakan vaksin yang digunakan di Indonesia memiliki efikasi sekitar 65 persen.

"Dengan demikian, jumlah populasi yang harus divaksin agar tercapai herd immunity semakin banyak. Bukan lagi 70 persen, bisa lebih," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Sabtu (7/8/2021).

2. Varian Delta memiliki penyebaran lebih luas

Gejala Varian Delta (considerable.com)

Di tambah lagi, saat ini virus yang beredar di masyarakat sudah bermutasi menjadi varian Delta. Varian ini memiliki kecepatan penularan dua kali lebih besar dibandingkan versi aslinya. Dengan demikian, diperlukan lebih banyak lagi orang yang harus divaksin dengan cepat sembari berlomba dengan penyebaran virus.

"Varian Delta ini kecepatan penularannya sampai 6,5. Kalau yang varian originalnya itu cuma 2,5 sampai 3. Jadi 70 persen vaksinasi ini jelas-jelas kurang," tuturnya.

3. Capaian vaksinasi dihitung dari dosis kedua, persentase berdasarkan populasi

ilustrasi vaksin dan jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Faktor lainnya adalah kecepatan capaian vaksinasi. Windhu mengingatkan bahwa kekebalan protektif yang diberikan oleh vaksin memiliki jangka waktu tertentu sekitar 6 bulan sampai 1 tahun. Jika vaksin diberikan dalam waktu lama, maka orang-orang yang sudah tervaksin sebelumnya sudah tidak lagi memiliki kekebalan protektif.

"Kalau saya sudah divaksin 6 bulan lalu, tapi sampai sekarang masih banyak yang belum vaksin, jadinya sama saja," imbuhnya.

Capaian ini pun harus berdasarkan dosis kedua. Windhu menegaskan bahwa dosis pertama vaksin belum memberikan kekebalan protektif terhadap seseorang. Selain itu, persentase capaian vaksinasi juga bukan berdasarkan target, namun jumlah penduduk.

Baca Juga: Jatim Targetkan Capai Herd Immunity pada 17 Agustus 2021

4. Herd immunity di Jatim dapat dikatakan mustahil

Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Dengan teori-teori tersebut, Windhu menyebutkan bahwa sebenarnya jumlah minimal vaksinasi untuk mencapai herd immunity di Jatim bahkan di Indonesia lebih dari 100 persen atau dalam kata lain mustahil. Klaim yang dilontarkan oleh Khofifah pun dipastikan tidak benar secara saintifik.

"Ada rumusnya itu, satu dikurangi satu per kecepatan penularan virus lalu dibagi efektifitas vaksin. Hasilnya di Jatim itu 130 persen. Bukan minimal 70 persen kalau di Jatim, tapi lebih dari 100 persen baru tercapai herd immunity," tegas Windhu.

Baca Juga: Percepat Herd Immunity Global, Inggris Sumbang 100 Juta Dosis Vaksin

Berita Terkini Lainnya