TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sekjen PBNU Ungkap Tantangan Demokrasi Selama Pandemik

Salah satu tantangan demokrasi adalah arus digital

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini (tampak di layar kanan) saat berbicara di BDF. Dok. Istimewa.

Surabaya, IDN Times - Pandemik COVID-19 ikut mempercepat penurunan kualitas demokrasi di banyak negara termasuk Indonesia. Meski demikian, demokrasi dianggap bisa terus bertahan di tengah tekanan selama pandemik.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini mengatakan, Economist Intelligent Unit (EIU) mencatat penurunan kualitas demokrasi di Indonesia dan banyak negara selama pandemik. Penurunan itu bagian dari tantangan demokrasi di tengah pandemik.

"Ada sejumlah tantangan bagi demokrasi,” kata dia dalam diskusi bertajuk 'Menuju Bali Democracy Forum (BDF): Demokrasi di Era Pandemi, Menjawab Tantangan Dari Setiap Negeri', Kamis (2/12/2021).

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah dan pakar politik internasional pada Universitas Paramadia Mahmud Syaltout juga hadir dalam diskusi itu. Mereka membahas berbagai aspek demokrasi di era pandemik.

Baca Juga: Di Forum PBB, Menlu Retno Minta RI Dicabut dari Red List COVID-19

1. Tantangan arus dunia digital

Suasana Diskusi Bali Demokrasi Forum. Dok. Istimewa.

Helmy yang juga anggota Komisi I DPR RI itu menyebut, tantangan itu antara lain dari dunia digital yang semakin marak digunakan selama pandemik. Pada pelantar digital itu bertebaran berbagai hal yang justru mengancam demokrasi.

"Paham-paham transnasional disebar melalui digital. Paham-paham itu memanfaatkan demokrasi untuk menghapuskan demokrasi," ujarnya.

Prinsip demokrasi yang membolehkan perbedaan pendapat membuat penyebaran paham itu tidak mungkin dilarang. Hal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan pemahaman masyarakat atas isu-isu itu. Di sisi lain, perlu juga dipahami demokrasi bukan hanya soal hak berbeda pendapat.

Padahal, kata dia, kematangan demokrasi lebih dari hal itu. Dibutuhkan kesiapan dan kesabaran untuk mengembangkan demokrasi. Sebab, proses demokratisasi membutuhkan waktu panjang.

2. Paradigma demokrasi

Diskusi menuju Bali Demokrasi Forum. Dok. Istimewa.

Menurut dia, tidak tepat jika menganggap hanya ada satu versi demokrasi yang benar. Demokrasi tidak hanya dari paradigma sekuler yang memisahkan sepenuhnya agama dan kehidupan publik, termasuk sistem hukum dan politik. Demokrasi juga bisa menggunakan paradigma simbiotik seperti diterapkan di Indonesia.

Dampak nyata pandemik adalah tekanan ekonomi. Pada situasi ini, demokrasi transaksional semakin marak dan para calon petahana di pemilu cenderung diuntungkan. Tekanan ekonomi juga membuat sebagian orang kesulitan menerima keragaman. Padahal demokrasi membutuhkan keragaman.

"Ini tercermin dari kasus Charlie Hebdo di Perancis. Selama pandemi, seperti kelompok lain, toko-toko milik warga muslim Perancis tutup. Bisnis jasa mereka tidak berjalan. Mereka jadi sensitif," kata Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor itu.

Sementara di sejumlah negara lain, tekanan ekonomi berujung pada penggulingan pemerintah. Di sejumlah negara, ada kudeta yang antara lain dipicu alasan itu.
Ia juga menyebut, demokrasi memang harus ditumbuhkan dari dalam negeri. Sebab, pemaksaan dengan alasan mendorong demokratisasi adalah pelanggaran.

"Ada negara-negara yang mengintervensi negara lain dengan alasan mendorong demokrasi. Tindakan itu melanggar demokrasi," kata dia.

Baca Juga: Di Forum Dunia, PMI Ingatkan Ancaman Korupsi di Tengah Pandemik COVID

Berita Terkini Lainnya