TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Temuan TPF Masyarakat Sipil, Tragedi Kanjuruhan Kejahatan Sistematis

Banyak temuan yang didapat tim

Tim pencari fakta koalisi masyarakat sipil saat konferensi pers, Minggu (9/10/2022). (Dok. Tangkap layar zoom)

Surabaya, IDN Times - Tim pencari fakta (TPF) koalisi masyarakat sipil telah bekerja selama tujuh hari. Selama melakukan investigasi, mereka menilai bahwa tragedi Kanjuruhan adalah kejahatan yang dilakukan secara sistematis.

Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Daniel Siagian mengatakan, peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis. Kejahatan itu tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.

Baca Juga: TGIPF: Penonton Berebut Keluar Stadion karena Efek Gas Air Mata

1. Tim menduga timbulnya ratusan korban jiwa karena gas air mata

Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Dalam temuan sementara, Daniel menduga timbulnya ratusan korban jiwa itu akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian. Karena, pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata. "Padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu," ujarnya, Minggu (9/10/2022). 

Petugas Kepolisian dianggap merespon suporter yang masuk ke lapangan secara berlebihan. Sebab dari sejumlah saksi mata yang ia temui, suporter masuk ke lapangan pada saat peluit panjang ditiup bukan untuk melakukan kerusuhan, melainkan untuk memberi salam kepada pemain Arema FC.

"Namun, hal tersebut direspons secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan," ungkap Daniel.

Dalam peristiwa tersebut, petugas juga tidak melalukan upaya lain untuk menghalau suporter, seperti misalnya peringatan menggunakan pengeras suara. "Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata," jelas Daniel.

Daniel menuturkan, berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian Tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di Tribun.

"Masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian dan hal ini berdampak sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa," terangnya.

Peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam Stadion, tetapi juga terjadi di luar Stadion. Diketahui, aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

2. Petugas melalukan tindakan kekerasan

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Selain menembakkan gas air mata, petugas juga melakukan tindakan kekerasan kepada suporter saat di lapangan. Tindakan kekerasan itu dilakukan Polri dan prajurit TNI.

"Pemukulan dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang," urainya.

Baca Juga: Mahfud: Presiden Juga Kritisi Tembakan Gas Air Mata, Tak Cuma Tangga

Berita Terkini Lainnya