Pasar Global Industri Mebel Indonesia Cerah Meski Geopolitik Memanas

- Pasar global industri mebel Indonesia tetap cerah di tengah ketegangan geopolitik dunia.
- Target ekspansi pasar mencapai lebih dari 6 miliar Dolar AS dalam sepuluh tahun ke depan.
- Ketergantungan pada Amerika Serikat sebagai kontributor terbesar dan upaya menurunkan tarif pajak impor untuk membidik pasar lainnya.
Surabaya, IDN Times - Di tengah ketegangan geopolitik yang saat ini terjadi di negara Timur Tengah, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) optimis pasar global industri mebel dan furniture Indonesia tetap cerah. Bahkan, HIMKI menyebut sektor ini akan terus berekspansi dengan target mencapai lebih dari 6 miliar Dolar AS dalam sepuluh tahun ke depan.
Optimisme ini didasari oleh ketersediaan sumber daya dan bahan baku yang melimpah di Indonesia. Selain itu, potensi pasar tradisional dan ASEAN yang saat ini belum tergarap optimal.
"Di tahun lalu, kami tumbuh di angka empat, bahkan data dari versi kami menunjukkan pertumbuhan sembilan persen. Ini menandakan adanya ekspansi," ujar Abdul Sobur usai membuka acara Indonesia Forestry and Woodworking Machinery Expo (Indowood Expo) 2025 di Grand City Hall, Surabaya, Kamis (19/6/2025).
Ia menyebut, pasar global industri mebel saat ini cukup besar, yakni mencapai 700 miliar dolar AS. Sementara kontribusi Indonesia hanya 2,5 miliar dolar AS.
"Kita kan cuma baru 2,5 miliar dolar AS. Terlalu kecil. Jadi artinya kita berani melakukan ekspansi karena kita lihat data globalnya dan dia tumbuh di angka 4 sampai 6 persen pasar globalnya," ungkapnya.
Saat ini, produk mebel Indonesia telah diekspor ke 123 negara, Amerika Serikat menjadi negara terbesar dengan kontribusi 54 persen, disusul Eropa 25 persen, sisanya negara-negara lain.
Pasar industri mebel Indonesia sangat bergantung pada Amerika Serikat. Tarif pajak impor 32 persen yang diterapkan Amerika, tentu sangat mempengaruhi industri tersebut.
Pihaknya berharap, adanya diplomasi pemerintah untuk menurunkan tarif masuk produk mebel Indonesia ke AS, di bawah negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Malaysia. Jika tarif lebih tinggi, HIMKI akan membidik pasar di luar AS, termasuk Timur Tengah, India, dan Afrika.
"Kalau kita dapat tarif yang lebih rendah dibanding negara tetangga kita, ASEAN, kemungkinan kita akan leading. Harapan kita sih di bawah 10 persen," harapnya.
HIMKI pun mendorong penggunaan teknologi produksi sebagai pendukung utama pertumbuhan industri mebel Indonesia. Teknologi, khususnya perangkat lunak untuk proses produksi, dapat meningkatkan efisiensi dan standarisasi secara signifikan, seperti yang dilakukan Tiongkok dan Vietnam.
"Yang terpenting di industri furnitur ini adalah teknologi produksi yang di dalamnya ada software. Jadi bagaimana mengukir satu barang yang butuhnya satu bulan, cuma tiga hari beres. Itu yang dilakukan Tiongkok sama Vietnam," pungkas dia.