Cak Ipin: Millennials Tak Perlu Khawatir Modal dalam Berpolitik
#MillennialsInspiratif Ia adalah Wabup termuda versi MURI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Melalui rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.
Surabaya, IDN Times - Terpilihnya Emil Elstianto Dardak sebagai Wakil Gubernur Jawa membuat ia harus meninggalkan jabatan Bupati Trenggalek. Secara otomatis, kursi itu akan diisi oleh wakilnya, Muhammad Nur Arifin alias Cak Ipin.
Meksi tak setenar Emil, sosok Cak Ipin juga menjadi perhatian saat memulai karir politiknya. Betapa tidak, di usianya yang sangat muda, 25 tahun, Cak Ipin sudah menjadi Wakil Bupati Trenggalek pada tahun 2016 lalu. Bahkan, saat itu Museum Rekor Indonesia mengganjarnya dengan penghargaan sebagai wakil bupati termuda di Indonesia. Walaupun tak lagi menyabet rekor MURI, dia juga dipastikan akan menjadi bupati termuda yang menjabat yaitu 28 tahun. Angka itu hanya terpaut 2 tahun dari pemegang rekor bupati termuda di Indonesia yaitu Ibnu Fuad, mantan orang nomor satu di Kabupaten Bangkalan.
Namun, usia nampaknya tak menjadi halangan bagi Cak Ipin untuk membongkar pandangan bahwa politik identik dengan kalangan yang sudah matang. Cak Ipin membeberkan berbagai suka duka menjadi pejabat publik di usia yang masih belia.
Baca Juga: Emil Janjikan Jaminan Kecelakaan pada Nelayan Trenggalek
1. Sempat jadi sosok asosial
Cak Ipin mengaku tak pernah membayangkan akan jadi pejabat atau politikus seperti saat ini. Bahkan dia mengaku dulunya adalah seorang yang asosial. Apalagi, sejak semester semester pertama saat kuliah, sang ayah meninggal. Kondisi itu membuatnya harus fokus meneruskan bisnis keluarga.
"Karena dulu Bapak ngerintisnya gak gampang, bapak sama Ibu itu urbanisasi dari Trenggalek ke Surabaya sehingga saya lahir di Surabaya. Bapak saya tukang becak, ibu buruh cuci panggilan. Dulu ada ketakutan, ini bapak sudah gak ada apa bisa usaha ini tetep exist? Jadi waktu itu fokusku ngurus keluarga. Tak ada pernah ada kepikiran untuk jadi politkus," ujarnya.
Ia pun sempat berkelana ke Jakarta untuk meneruskan bisnis keluarganya. Saat itu ia mengaku berontak lantaran harus menjadi tulang punggung keluarga di usia muda. "Tapi di titik itu ia ingat pesan ayah. "Nak, aku dulu ke Surabaya karena gak bisa makan. Kita sekarang bisa makan tapi saudara kita banyak yang gak seberuntung kamu sekarang. Suatu saat kita harus kembali ke Trenggalek," katanya menirukan wejangan sang ayah.
Baca Juga: 10 Potret Novita Hardini, Istri Wakil Bupati Trenggalek yang Memesona