Menyambung Napas Petani Tembakau di Pamekasan
Petani sempoyongan, pemerintah beri pertolongan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pamekasan, IDN Times – Syafii (45) duduk bersandar di tiang tarup, Sabtu (18/6/2022) siang itu. Tak lama setelahnya, dikeluarkan sebungkus rokok kretek berwarna merah. Dengan cekatan dia mengambil sebatang rokok dan menyulutnya dengan korek api yang digenggam di tangan kanannya. Dia mengisap dalam-dalam rokok itu, kemudian mengepulkan asapnya seolah membuang semua penat yang ada.
Syafii hanya melihat teman-temannya yang sibuk menandatangani petisi soal tembakau. Dia tak tertarik untuk ikut membubuhkan tanda tangan. Baginya tak penting kalau hanya sekadar seremonial belaka. Terpenting ialah melakukan aksi nyata demi kesejahteraan bersama. Demi eksistensi petani tembakau agar tidak punah.
Wajar kalau Syafii bersikap demikian. Sebab, sudah empat tahun lamanya harga tembakau terus turun bahkan anjlok. Kerja keras petani menanam komoditas yang satu ini seakan tak dihargai. Biaya tanam yang mahal hanya dihargai murah ketika panen. Padahal kualitas tembakau milik petani di Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur ini tak kalah saing. Gurih nan nikmat.
Baca Juga: Cukai Rokok Naik, KADIN Usul 2 Insentif Buat Petani Tembakau
Harga tembakau anjlok
Syafii bukan pemain baru di dunia pertembakauan. Dia sudah menggeluti sejak 2003. Tembakau di Madura khususnya Pamekasan memang sudah dikenal di penjuru Indonesia. Pengusaha-pengusaha rokok banyak mengambil bahan baku dari sini. Hal ini yang menjadi alasan Syafii bertahan 19 tahun menjadi petani tembakau.
"Kalau di Madura itu yang berpenghasilan besar tembakau, makanya banyak yang tanam tembakau," ujarnya kepada IDN Times saat ditemui usai acara pembukaan tanam raya yang digelar Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di Desa Samatan, Kecamatan Proppo Pamekasan.
Tapi, penghasilan besar kini hanya menjadi angan-angan saja. Syafii yang mempunyai lahan kurang dari satu hektare di Desa Pagentenan hanya mampu memanen 3 kuintal atau 300 kilogram (kg) tembakau. Nah, selama empat tahun ini, 1 kg tembakau dihargai kisaran Rp15 – Rp20 ribu. Artinya, dalam satu kali panen yakni satu tahun sekali, Syafii mendapatkan Rp4,6 – Rp6 juta.
"Itu balik modal saja sudah bagus, tapi tiga tahun ini malah rugi," kata dia. "Tahun ini malah banyak yang gak jadi (gagal panen) saya paling cuma dapat Rp1,5 juta, modalnya saja Rp4 juta," Syafii membeberkan.
Gagal panen ini tidak hanya dialami Syafii. Dia bilang, petani-petani tembakau di Pamekasan juga merasakan hal serupa. Nah, gagal panen sendiri diakibatkan oleh cuaca yang tak menentu. Musim hujan tahun ini pun terbilang lama. Karena sampai bulan Juni ini, masih kerap kali turun hujan dengan intensitas yang tinggi alias deras.
"Kalau hujan ini juga membuat masa tanam mundur. Saya belum berani menanam lagi, lahannya sekarang juga masih basah ini," kata Syafii.
Senada dengan Syafii, petani tembakau dari Desa Teja Timur, Hanafi (40) juga sambat dengan anjloknya harga tembakau. Menurut dia, harga tembakau tidak stabil ini sudah berlangsung beberapa tahun belakangan. Dia dan para petani lainnya akan fokus pada stabilisasi harga ini dengan menyuarakan langsung ke asosisasi hingga pemerintah setempat maupun pusat.
"Harga tambakau ini tidak sesuai dengan harapan petani, jadi harapan kami mewakili teman-teman petani ke depan lebih baik," katanya.
Tidak stabilnya harga tembakau ini diperparah dengan serapannya yang terus menurun. Pengusaha-pengusaha rokok seolah ingin membeli tembakau dari petani dengan harga semurah mungkin. Hal ini yang membuat para petani tembakau semakin tercekik. "Serapannya terus menurun, karena harganya tidak sesuai dengan harapan petani," Hanafi mengungkapkan.
Nah, pengalaman Hanafi sendiri yang memiliki luas lahan setengah hektare, dia mengaku tidak tahu persis berat panennya. Selama ini hanya ada tengkulak yang datang langsung ke lahan-lahan tembakau milik petani. Kemudian menebasnya. "Kalau saya biasanya dapat sekitar Rp20 juta. Kalau harganya normal lebih dari itu. Ini sudah turun harganya," beber Hanafi.
Sama halnya Syafii, Hanafi juga mengeluhkan cuaca yang tak menentu. Sekarang ini banyak petani yang masih menunggu untuk menanam lagi. Karena hujan deras masih acap kali terjadi di kawasan Pamekasan. Hal ini bisa membuat petani gagal panen serta menurunkan kualitas tembakau yang sedang ditanam.
Baca Juga: 6 Sentra Kerajinan Jember, dari Sangkar Burung hingga Batik Tembakau